
Jakarta (21/01) — Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS DPR RI, Johan Rosihan, merasa prihatin dan turut berduka atas ujian musibah bencana alam yang terjadi secara beruntun sejak tanggal 1-16 Januari 2021 dimana menurut data BNPB telah terjadi 136 bencana alam di berbagai daerah di tanah air.
“Bencana alam yang terjadi didominasi oleh bencana hidrometeorologi berupa peristiwa banjir sebanyak 95 kejadian dan tanah longsor 25 kejadian yang telah menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian materi,” ungkap Johan.
Baca juga : Maraknya Pembalakan Liar dan Kebakaran Hutan, Aleg PKS: Bencana Alam Dipicu Ulah Manusia
Atas perisitiwa alam ini, Johan menyerukan selamatkan rakyat kita dari kerusakan lingkungan yang semakin parah karena ulah manusia sendiri.
Politisi PKS ini menyoroti tingginya laju deforestasi atau kerusakan hutan yang merupakan salah satu penyebab dampak lingkungan yang rusak sehingga terjadi ketidakseimbangan alam dan ekosistem, yang hal ini ditengarai menjadi penyebab munculnya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
“Kita harus benar-benar meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian hutan kita jika lingkungan kita ingin selamat dan rakyat bisa hidup nyaman,” terang Johan.
Baca juga : Catatan Redaksi : Memutus Mata Rantai Bencana
Legislator dari NTB ini menyebut laju deforestasi paling luas terjadi selama periode tahun 2000 sampai 2017, yakni seluas 23.578.923 Hektar di seluruh wilayah Indonesia dan di wilayah Pulau Kalimantan merupakan region paling luas dibanding pulau lain terjadinya kerusakan hutan.
“Bahkan laju kerusakan hutan paling cepat juga terjadi di Kalimantan yaitu mencapai 490.540 Hektar per tahun dan Pulau Sumatera juga mengalami penurunan luas hutan dengan cepat yakni mencapai 355.730 Hektar per tahun”, urai Johan.
Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa ini berharap pemerintah menjadikan kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama dalam kebijakan pembangunan.
Baca juga : Fraksi PKS Kembali Potong Gaji Untuk Bantu Korban Bencana
“Saya minta pemerintah jangan hanya mengejar investasi tapi melalaikan kelestarian lingkungan sebagai prasyarat pembangunan berkelanjutan, system perijinan pembukaan lahan dan sebagainya harus dievaluasi total demi keselamatan rakyat kita”, tegas Johan.
Selanjutnya Johan mendesak agar UU Cipta Kerja yang melemahkan kebijakan AMDAL segera direvisi, karena bagi Johan, pengembangan kegiatan AMDAL harus diperkuat dan terus diperbaiki agar berbagai hambatan dan masalah dalam penerapannya terus disempurnakan.
“Harus ada kriteria dan indicator penilaian yang standar sehingga proses penilaian AMDAL diharapkan seobjektif mungkin untuk mencegah kerusakan lingkungan kita,” tutup Johan.