
Jakarta (20/01) — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan, menyampaikan pandangan Fraksi PKS terkait penggunaan dana perkebunan untuk peremajaan kelapa sawit pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Perkebunan Kementan dan Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu serta Kepala Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Sawit pada Hari Rabu, (20/01) di Gedung Parlemen.
Johan memaparkan bahwa negara kita memiliki kebun kelapa sawit terluas di dunia, yaitu seluas 16,3 juta hektar dan penyumbang devisa non migas terbesar yang mencapai Rp 320 Triliun pada tahun 2018 lalu.
“Namun seringkali para petani selalu mengeluhkan persoalan harga sawit yang rendah, maka pemerintah harus punya perencanaan strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit, membantu pengelolaan perkebunan rakyat agar memiliki kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan petani dan memperluas lapangan kerja,” papar Johan.
Politisi PKS ini meminta pemerintah segera menyelesaikan berbagai permasalahan peremajaan sawit rakyat, terutama perbaikan regulasi yang mengatur legalitas lahan petani, lahan yang berada pada Kawasan konservasi, kepemilikan lahan yang menyebar, dan kelembagaan petani.
“Saat ini, luas perkebunan rakyat dari komoditas kelapa sawit hanya mencapai 29% dari total seluruhnya. Ini menunjukkan terjadi ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia dimana perusahaan besar (korporasi) telah menguasai 71% dari total luas lahan kelapa sawit. Pemerintah harus memperbaiki validitas sistem perijinan dan sistem tata Kelola komoditas kelapa sawit selama ini,” tegas Johan.
Johan menambahkan bahwa legalitas lahan milik rakyat seringkali menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan peremajaan sawit sehingga setiap tahun selalu jauh di bawah target.
“Saya meminta optimalkan upaya pemerintah pada tahun 2021 ini untuk mencapai target peremajaan sawit rakyat kita,” cetus Johan.
Legislator dari NTB ini juga mempertanyakan peran Pemerintah dalam penyelesaian konflik lahan yang terus terjadi.
“Karena pada tahun 2015 lalu telah terjadi 127 konflik lahan yang luasnya mencapai 200.217 ha sebagai lahan konflik,”ujar Johan.
Disamping itu menurut Johan, Tata Kelola sawit seringkali diduga menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dan menyebabkan terjadinya kasus kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian besar dan mengganggu Kesehatan masyarakat.
“Saya mendorong peran pemerintah untuk melakukan pembinaan kelembagaan petani sawit, karena peran kelembagaan ini sangat penting sebagai pemberdayaan petani dan mengoptimalkan program bantuan serta sarana program kemitraan petani dengan pihak lain”, tutur Johan.
Selanjutnya Johan menjelaskan bahwa target peremajaan kelapa sawit pada tahun 2021 ini adalah seluas 180.000 hektar.
“Saya meminta pemerintah optimalkan dana perkebunan untuk kepentingan peremajaan kelapa sawit rakyat, dengan target dan capaian terukur untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat,” pinta Johan.
Pemerintah dinilai oleh rakyat kurang efektif dan kurang sosialisasi tentang program peremajaan sawit rakyat, padahal potensi peremajaan sawit rakyat seluas 2,78 juta hektar yang tersebar dominan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
“Pemerintah harus memaparkan peningkatan usaha peremajaan tersebut terhadap peningkatan produksi pada masa mendatang dan bagaimana pemberdayaan petani dalam sistem plasma dan swadaya untuk kemakmuran petani,” tutup Johan.