
Bencana terjadi diawal tahun, seakan menjadi pembuka lembaran baru yang pilu dan penuh luka. Saat ini bencana itu macam rupa dan jenisnya; ada alam, non alam dan kesehatan.
Baca juga : e-newsletter PKSPARLEMEN Edisi II Januari 2020 / No.2
Banjir yang menerjang sejumlah daerah, tanah longsor dan erupsi gunung. Disisi lain angka covid-19 yang terus merangsek naik dan musibah pesawat jatuh.
Hingga hari ini jumlah akumulasi korban terus bertambah, sebagian besar bisa dimakamkan namun lainnya hilang belum diketemukan. Sesal dan duka menjadi kata yang mudah ditemukan.
Namun saat hari berganti cara memandang bencana jauh dari apa yang diharapkan. Langkah mitigasi dilakukan hanya sekedar untuk menyempurnakan buku panduan, bukan mencegah kerusakan. Hutan yang gundul dibiarkan dan terus digunduli. Tanah-tanah rawa dan lembek dicetak jadi beton-beton menjulang, air dikuras hingga dalam dan rumputnya dibiarkan menjadi ilalang.
Baca juga : Catatan Redaksi: Pak Presiden Kita Tidak Sedang Baik-Baik Saja
Siklus ini berlangsung tahunan dan menahun hingga melampaui beberapa generasi. Jangankan mewariskan kebaikan kepada penerus, yang ada justru menumpuk beban hingga ke anak cucu. Berantai mengikat kuat. Benarlah wahyu Allah SWT telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia.
Beragam pengingat dipandang sebagai cara mengergaji kekuasaan, hingga pada akhirnya muncul penindasan dan kesewenang-wenangan. Konflik dan relasi menimbulkan kerenggangan.
Sungguh kerusakan yang terjadi hari ini sudah sepantasnya menjadi peringatan, agar perbaikan harus dilakukan, benar-benar diusahakan dan serius kembali ke jalan yang benar. Agar tidak hanya sekedar kalimat perintah tanpa komitmen dan kesungguhan, agar perbaikan bukan hanya sekedar etalase dan formalitas. Agar ucapan duka bencana tidak lagi menghiasi kabar pesan harian, berganti dengan dentingan informasi yang penuh kebaikan.
Baca juga : Catatan Redaksi : Tahun Pandemi, ‘Resesi’ Demokrasi dan Tantangan Ekonomi
Beragam eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dihentikan, dibatasi dan cara kita memandang sekitar dikembalikan kepada khittah-nya. Pengrusakan bukan dilembagakan, digesakan, dan dimasifkan hingga ke pelosok negeri atas nama investasi. Ada banyak cara dan metode yang ramah lingkungan untuk tetap mendorong investasi, maka dari sanalah harus semua bermula. Agar niat tak dicoreng oleh rupa dan lampah.
Keseimbangan menjadi kunci dalam memandang bencana, jika ada yang tidak seusai takaran maka lazimnya dia akan mengambil sisi lain. Hingga akhirnya memunculkan kerusakan.
Baca juga : Catatan Redaksi: Vaksin Gratis dan Aman, Perlu!
Sesungguhnya jalan yang kita tempuh bukan cara yang terlampau berbeda dengan generasi sebelumnya, namun bisa jadi perbedaan ‘daya rusak’ terlihat saat dilakukan bersama-sama dalam sistem yang dibuat sedemikian rupa. Rumitnya sistem itu dibentuk untuk tujuan yang melenceng dari awal : mengabaikan syukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada negeri yang besar dan indah ini.
Mari kita cukupkan, sembari masih diberi waktu dan kesempatan.