
Jakarta (14/01) — Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menyoroti salah satu problematika kelembagaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) dalam rapat kerja perdana bersama Menteri P3A di tahun 2021, Rabu (13/01/2021).
Bukhori mengkritik struktur Kementerian yang relatif gemuk walaupun anggaran kementerian terbilang sedikit.
“Kementerian ini menjadi tidak berdaya. Dengan postur anggaran yang hanya berkisar Rp 203 miliar, ditambah beban formasi struktur lembaga yang gemuk, alhasil membuat Kementerian ini kurang gesit dalam mengurus segala persoalan terkait perempuan dan anak. Karena itu, dibutuhkan kajian terhadap formasi struktur kelembagaan agar lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan tupoksinya. Utamanya, dalam memprioritaskan anggaran kedeputian dibanding kesekretariatan,” ungkapnya.
Selain itu, demikian Bukhori melanjutkan, efisensi juga diperlukan untuk mewujudkan sinkronisasi antara anggaran, program, dan isu prioritas.
“Kita membutuhkan lebih banyak program Kementerian yang berdampak dan langsung menyentuh persoalan prioritas di masyarakat, bukan program normatif semata,” sambungnya.
Politisi PKS ini juga mendorong Kementerian P3A untuk menyusun peta jalan (mapping) dalam mengawal isu seputar perempuan dan anak. Urgensi penyusunan mapping ini adalah untuk membangun skala prioritas dalam melihat pelbagai problematika yang menjadi tanggung jawab lembaga ini.
“Secara big picture, persoalan terkait isu perempuan dan anak ini sangat melimpah. Misalnya saja isu KDRT, kejahatan seksual, dan masih ada banyak lagi. Artinya, akan sangat sulit bagi kementerian untuk menggarap semua isu tersebut hingga tuntas sepenuhnya dengan masa kerja Menteri yang terbatas. Dengan demikian, akan jauh lebih efektif apabila saat ini mulai dipetakan mana persoalan primer dan mana persoalan sekunder. Cari yang mempunyai daya ungkit dan menjadi game changer. Setelah terpetakan, program yang relevan kemudian bisa disusun, dengan penekanan pada program yang mesti berdampak riil dan manfaatnya terasa bagi masyarakat,” tuturnya.
Lebih lanjut, Bukhori mengusulkan supaya Kementerian P3A memperkuat upaya advokasi pada peningkatan IPM (Indeks Pembangunan Manusia), khususnya terkait pengembangan kualitas hidup masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ia meyakini, peningkatan IPM, khususnya pada aspek pendidikan, akan berkontribusi positif pada pengentasan pelbagai persoalan lain.
“Ketika perempuan memiliki pendidikan tinggi dan memadai, pasti isu kekerasan tidak akan terjadi. Begitupun dengan isu KDRT, kekerasan seksual, dan lainnya. Dengan demikian, kementerian ini harus mengambil peran lebih jauh dalam menghadirkan akses pendidikan yang inklusif, terjangkau, dan berkualitas bagi perempuan dan anak. Dan saya melihat bahwa daya ungkit ini terletak pada isu advokasi IPM,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, Ketua DPP PKS ini juga mendorong Kementerian P3A bekerjasama dengan Kementerian Sosial untuk menginisiasi program graduasi. Program graduasi adalah program pemberdayaan keluarga penerima manfaat bantuan PKH dari pemerintah yang didorong untuk menjadi kelompok mandiri secara sosial-ekonomi sehingga lepas dari ketergantungan bantuan pemerintah.
“Kementerian P3A belum memiliki program graduasi. Sebagai contoh, Kemensos mencanangkan 40% graduasi dalam setahun. Jika jumlah PKH 10 juta kemudian dikalikan 40%, maka akan ada 4 juta graduasi (lulusan). Bayangkan bila program ini bisa diadopsi ke dalam program Kementerian P3A kemudian disinergikan dengan koperasi dan UMKM untuk memberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Saya yakin, mereka akan menjadi tulang punggung ekonomi bangsa melalui treatment yang tepat dari pemerintah,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Kementerian P3A memiliki 5 Deputi; Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Bidang Pemenuhan Hak Anak, Bidang Partisipasi Masyarakat, Bidang Perlindungan Hak Perempuan, dan Bidang Perlindungan Khusus Anak.
Jika dicermati, terdapat dua Deputi yang tampak memiliki tupoksi yang hampir serupa, yakni Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak dan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak. Kedua kedeputian ini sebenarnya bisa diefisiensi untuk optimalisasi kinerja.
Selain itu secara postur anggaran, alokasi untuk satuan kerja kesekretariatan mencapai Rp 98,8 miliar. Jumlah ini sangat timpang dengan anggaran bagi masing-masing satuan kerja kedeputian yang merupakan ujung tombak kebijakan dengan rata-rata alokasi anggaran di bawah Rp 20 miliar.