Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

1.2 Juta Dosis Belum Dapat Digunakan, Netty Pertanyakan Nasib Vaksin Jika Uji Klinis Tak Memadai

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (15/12) — Sebanyak 1.2 juta dosis vaksin Sinovac yang sudah tiba di tanah air belum mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mempertanyakan bagaimana nasib vaksin jika tingkat efikasinya tidak memadai.

Baca juga : Anggota FPKS Tengarai adanya Ketidakberesan dalam Importasi Vaksin Covid 19

“BPOM belum mengeluarkan Izin penggunaan darurat, tapi 1.2 juta vaksin sudah didatangkan ke tanah air. Pihak Sinovac sendiri belum mengeluarkan data efikasinya. Bagaimana nasib vaksin yang sudah tiba tersebut, jika ternyata hasil uji klinisnya tidak memadai? ” kata Netty, Selasa (15/12).

Menurut Netty, dalam pengadaan vaksin, pemerintah harus memastikan keamanan, efektivitas, kebermanfaatan, dan status kehalalannya.

“Setiap vaksin memiliki manfaat sekaligus risiko yang harus diantisipasi sebelum diberikan kepada masyarakat. Untuk itu, Pemerintah harus konsisten dan patuh terhadap rekomendasi ilmiah sesuai evidence base practices,” ujarnya lebih lanjut.

Sebagaimana diketahui, uji klinis tahap ketiga Sinovac masih berlangsung di Kota Bandung, dan hasil lengkap baru tersedia akhir Desember atau awal Januari.

Baca juga : Wakil Ketua FPKS Desak Ombudsman RI Periksa Pengadaan Vaksin Impor Sinovac

Oleh karena itu, kata Netty, pemerintah harus menunggu Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM, lolos sertifikat halal MUI serta terbukti efektif melawan Covid-19.

Menurut Netty, hingga saat ini pengujian oleh LPOM MUI masih mandek karena pihak produsen belum memenuhi semua persyaratan dokumen yang diminta.

Netty menyayangkan ketergesaan pemerintah mendatangkan vaksin sementara uji klinis belum selesai.

“Kenapa pemerintah terburu-buru mendatangkan vaksin jadi? Ada apa? Siapa yang berani menjamin selama proses menunggu data, vaksin tidak akan rusak? Bukankah proses penyimpanannya juga membutuhkan biaya?” tanyanya retoris.

Baca juga : Anggota DPR Minta Symbol Negara Dahulu yang Divaksin, Agar Publik Percaya

Selain itu, Netty juga menyoroti beberapa rumah sakit yang sudah melakukan ‘komersialisasi’ atas vaksin tersebut dengan cara pre-order.

“Tingkat keampuhan, kebermanfaatan dan kehalalannya belum bisa dibuktikan. Kenapa sudah diiklankan? Bagaimana pemerintah mengatur ini?” kata Netty heran.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini meminta pemerintah agar menggunakan strategi komunikasi yang jelas dan transparan dalam pengadaan vaksin.

Baca juga : Vaksin Sinovac Datang, Mufida Pertanyakan Hasil Uji Klinis, Izin Edar dan Sertifikat Halal

“Ini soal bagaimana marketing policy-nya. Jangan sampai pemerintah menganggap bahwa mereka memiliki otoritas mengadakan vaksin lalu mengabaikan begitu saja partisipasi dari rakyat. Harus jelas, clear dan transparan kepada publik. Mengapa ada vaksin program dan vaksin mandiri, ada yang gratis dan ada yang berbayar, berapa harga yang akan dipungut dari masyarakat, berapa harga beli vaksin, bagaimana keamanannya, kapan program vaksinasi dilakukan?” paparnya.

Netty pun meminta pemerintah belajar dari pengalaman sebelumnya di mana komunikasi yang buruk, kurang tepat, dan tidak sinkron akhirnya malah menimbulkan kegaduhan publik.

“Alih-alih menurunkan kurva pandemi, justru muncul public distrust terhadap Pemerintah karena kesimpangsiuran informasi soal vaksin” katanya mengakhiri.