Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Aleg PKS: Kenaikan Bea Materai Mencederai Rasa Keadilan bagi Masyarakat

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (30/09) — Anggota Komisi XI DPR-RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, menyampaikan sejumlah poin keberatan PKS atas disahkannya RUU Bea Materai yang dipandang tidak mempertimbangkan rasa keadilan dan kondisi sosial-ekonomi rakyat Indonesia saat ini.

“Kami berpendapat bahwa kondisi perekonomian sudah mengalami perubahan besar dibandingkan pada awal pembahasan RUU Bea Meterai pada periode 2014 – 2019 lalu. Saat ini, Indonesia berada di ambang jurang resesi yang bisa menjalar menjadi krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi dan diperkirakan negatif pada akhir tahun 2020. Kami berpendapat perubahan drastis kondisi perekonomian ini seharusnya menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan RUU Bea Meterai. Pengesahan ini akan menjadi beban baru bagi rakyat dan perekonomian, ditengah dampak berat perekonomian akibat pandemi Covid-19 belum dapat diyakini kapan berakhir atau selesainya”, jelas Ecky dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/09).

Ecky pun menegaskan bahwa kenaikan Bea Meterai berpotensi semakin melemahkan daya beli masyarakat, terutama di saat kondisi perekonomian sedang mengalami kelesuan akibat wabah Covid-19.

“Kami berpendapat, Pemerintah perlu memperhatikan aspek sosial-ekonomi masyarakat karena adanya wabah Covid-19 sehingga angka kemiskinan dan pengangguran mengalami lonjakan tajam. Kebijakan Bea Meterai tarif tunggal Rp10 ribu yang naik 70 persen dari Rp 6 ribu serta batas transaksi dengan nilai nominal hanya di atas Rp5 juta masih mencederai asas dan filosofi keadilan pajak karena objek pemeteraian ini adalah semua dokumen, baik kertas maupun elektronik, kecuali yang disebutkan di pasal 7 dan pasal 22”, ungkap anggota DPR dari Dapil Jabar III ini.

Selanjutnya, ia juga menyampaikan bahwa perluasan dokumen dan tarif tunggal Rp10 ribu dan batasan nilai dokumen hanya di atas Rp5 juta menjadi tidak senafas dengan penurunan PPh Badan melalui Perppu No. 1 tahun 2020 yang sudah menjadi UU No. 2 tahun 2020. Dalam Perppu No. 1 tahun 2020 yang sudah menjadi UU No. 2 tahun 2020, Pemerintah hanya menurunkan tarif PPh Badan Dalam Negeri dan BUT.

“Kami berpendapat hasil pembahasan RUU ini juga masih belum jelas menetapkan mengenai kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat dimana tarif dan nilai nominal dapat dinaikkan dan diturunkan”, lanjutnya.

Terakhir, Ecky menyampaikan bahwa fraksinya berpendapat hasil pembahasan RUU ini masih belum memiliki pasal atau ayat yang cukup kuat untuk mengatur pengawasan dan pengendalian.

“Sebuah undang-undang sejatinya harus dapat diaplikasikan secara efektif dengan mempertimbangkan rasa keadilan. Kami tidak sependapat terkait Pasal 32 RUU Bea Meterai yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021. Hal ini akan menjadi beban baru bagi rakyat dan perekonomian, ditengah dampak berat perekonomian akibat pandemi Covid-19 belum dapat diyakini berakhir atau selesai”, pungkas Ecky.

Sebelumnya, sebagaimana dilaporkan Ketua Komisi XI, H. Dito Ganindito, MBA, di Rapat Paripurna DPR RI kemarin (29/09), terdapat 8 fraksi menerima RUU Bea Materai, dan hanya PKS yang menolak RUU tersebut.