Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

UU Perlindungan PMI Masuk dalam RUU Cipta Kerja, Mufida: Selesaikan Dulu PR Sebelumnya

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (28/09) — Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati merasa heran dengan masuknya secara tiba-tiba pengaturan tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam muatan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Apalagi sebelumnya, Pemerintah mengaku RUU Cipta Kerja ini sudah hampir rampung dan akan segera disahkan. Sementara pasal-pasal di bidang ketenagakerjaan lainnya khususnya pengaturan pekerja di Indonesia masih banyak yang kontroversial dan mendapat banyak penolakan terutama dari kalangan pekerja sendiri.

Lalu tiba-tiba justru memasukan pengaturan tentang perlindungan pekerja migran.

Menurut Mufida, pengaturan perlindungan pekerja migran sudah ada dan cukup baik dalam Undang-Undang yang relatif baru yaitu UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Menurut Mufida, harusnya yang dilakukan pemerintah adalah segera membuat peraturan turunan dari UU Perlindungan PMI tersebut melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Ketenagakerjaan untuk pengaturan lebih detail dan teknis dari apa yang sudah ada di UU No. 18 Tahun 2017.

Dengan demikian upaya perlindungan PMI bisa lebih maksimal. Apalagi masih banyak kasus-kasus yang dialami oleh PMI baik di luar negeri.

“Selesaikan dulu pekerjaan rumah peraturan turunan dari UU No. 18 Tahun 2017. Buatkan aturan yang memberikan perlindungan maksimal bagi PMI kita, sejak dari dalam negeri maupun setelah bekerja di luar negeri. Masih banyak persoalan perlindungan PMI yang belum terselesaikan, alih-alih memasukannya dalam RUU Cipta Kerja,” kata Mufida di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/09).

Anggota DPR dari Dapil DKI Jakarta 2 dan Luar Negeri ini juga mempertanyakan apa filosofi memasukan aturan perlindungan PMI ini ke dalam RUU Cipta Kerja yang kontroversial.

Apalagi selama ini gembar-gembor pemerintah bahwa Omnibus Law Cipta Kerja ini bertujuan untuk menarik investasi khususnya dari luar negeri. Sehingga menjadi kurang relevan memasukan isu Perlindungan PMI ke dalam RUU Cipta Kerja ini.

“Untuk RUU Cipta Kerja ini lebih baik pemerintah fokus pada muatan pengaturan tentang ketenagakerjaan di dalam negeri agar lebih memperhatikan aspirasi pekerja dan memberikan kenyamanan bagi para pekerja lokal di dalam negeri,” ungkap Mufida.

Mufuda mencatat perubahan dalam UU PPMI yang akan diatur ulang dalam RUU Cipta Kerja. Ia menerangkan, ada keinginan untuk menghilangkan peran kementerian terkait penerbitan izin perusahaan penempatan PMI/P3MI atau surat izin P3MI ke lembaga pemerintah yang lainnya.

Bagi Mufida, hal tersebut justru akan mengurangi pengontrolan terhadap P3MI, karena lembaga yg disebut dalam usulan itu sebagai ‘pemerintah pusat’ bisa jadi lembaga umum yang tidak mengerti terhadap permasalahan PMI karena menjadi lembaga yang sangat umum mengurus izin perusahaan umum lainnya.

Terkait perpanjangan izin P3MI ingin dihapuskan karena persyaratan perpanjangannya, ini akan berdampak buruk terhadap kontrol terhadap kinerja P3MI, termasuk evaluasi, data dan kinerja.

“Ini penting agar pengiriman PMI bisa lebih terkontrol, karena 80 persen permasalahan PMI di luar negeri karena proses rekrutmen PMI yang buruk,” terang dia.