
Jakarta (22/09) — Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, bersyukur bisa maksimal dalam memperjuangkan bantuan operasional pendidikan (BOP) untuk 359 lembaga pendidikan Islam di daerah pemilihannya, DKI Jakarta II (meliputi Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan), dan menegaskan bahwa terhadap bantuan tersebut tidak boleh dilakukan pemotongan.
Menurut Hidayat, Lembaga Pendidikan Islam yang memperoleh bantuan operasional itu adalah Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ).
“Saya menegaskan dan ikut mengkawal agar bantuan tersebut tidak ada pemotongan dalam bentuk apapun,” ujar pria yang akrab disapa HNW ini saat menyerap aspirasi dengan Badan Pengurus Harian Kelompok Kerja (BPH Pokja) MDT, BPH Pokja TPQ Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, serta pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jakarta Pusat pada Sabtu dan Minggu (19-20/09/2020) lalu.
Para pengurus pendidikan Islam itu mengucapkan terima kasih atas suksesnya perjuangan untuk menghadirkan bantuan operasional untuk lembaga yang mereka pimpin, karena baru kali ini ada bantuan dari Kementerian Agama yang diterimakan ke mereka terima, sembari tetap menyampaikan permohonan agar HNW terus memperjuangkan hak-hak lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut dan juga hak para guru ngaji, apalagi di era pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Endang Abdul Holik, misalnya, dari BPH Pokja TPQ Kecamatan Johar Baru, mengucapkan terima kasih kepada HNW yang telah membantu memperjuangkan, menyalurkan dan mengawal proses pemberian bantuan operasional dari negara (kementrian Agama) sehingga bisa disampaikan tanpa potongan kepada pondok pesantren, MDT dan TPQ. Namun, ia mengatakan masih ada beberapa TPQ di Kecamatan Johar Baru yang belum mendapat akses untuk memperoleh bantuan tersebut.
“Mohon ke depan terus diperjuangkan hak-hak Pokja TPQ ini yang mengemban visi dan misi menciptakan dan memperkuat generasi Al Quran di masa yang akan datang,” pinta Endang.
HNW menjelaskan bahwa sekalipun sudah memperjuangkan semua lembaga pendidikan Islam di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat tanpa membeda-bedakan latar belakang ormas atau afiliasi politik lembaga tersebut, tetapi sesuai persyaratan yang diberlakukan Kemenag, belum semuanya lolos & disetujui oleh Kemenag.
Dari 12 pondok pesantren yang diajukan oleh HNW, baru 7 pondok pesantren yang disetujui untuk menerima bantuan. Sedangkan, dari 142 MDT yang diajukan, baru 111 MDT yang disetujui untuk menerima bantuan, serta dari 276 TPQ yang diajukan, baru 241 yang disetujui untuk menerima bantuan.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyetujui untuk terus memperjuangkan aspirasi mereka itu. Selain masih ada beberapa lembaga pendidikan Islam yang belum mendapat bantuan, HNW juga akan menyuarakan aspirasi agar bantuan bukan hanya diberikan kepada siswa dan lembaganya, tetapi juga untuk para guru ngaji, untuk lembaga2 pendamping, serta program BOP ini dapat terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.
“Saya setuju apabila program ini perlu dilanjutkan untuk tahun selanjutnya. Karena kegiatan pembelajaran melalui lembaga-lembaga pendidikan tersebut juga akan terus berlanjut. Ada covid-19 atau tidak ada covid-19,” tukasnya.
HNW menjelaskan bahwa pihaknya telah sejak awal rapat kerja dengan Menteri Agama, memperjuangkan tentang pentingnya Negara berlaku adil dalam pengelolaan APBN, termasuk anggaran untuk Kementerian Agama agar diberikan secara adil dibandingkan dengan anggaran untuk Kemendikbud, apalagi di era covid-19. Karena lembaga2 pendidikan dibawah Kemenag juga terdampak covid-19 sebagaimana lembaga2 pendidikan dibawah Kemendikbud.
HNW mengusulkan agar Kementerian Agama mengalokasikan sebagian dari APBN untuk bantuan kepada pondok pesantren, MDT, TPQ, Santri, Siswa Madrasah dan Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam baik di Indonesia maupun di Luar Negeri (yang juga masuk ke dalam Dapil Jakarta II).
“Ini merupakan bukti bahwa para Wakil Rakyat tetap berkomitmen dan bisa perjuangkan amanat Rakyat, sesuai dengan kewenangannya, dan tidak malah melupakan konstituennya. Tetapi karena ini program Pemerintah, memakai APBN, maka harus mengikuti aturan yang ada, harus amanah, dan tidak boleh ada pemotongan apapun dan berapapun. Agar semuanya diterima utuh 100% oleh yg berhak, Sebagaimana kesepakatan Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama. Karenanya kalau ada yg lakukan pemotongan, agar ditolak dan dilaporkan ke kami,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW menyampaikan siap untuk memperjuangkan aspirasi-aspirasi dari para Guru Ngaji dan aspirasi-aspirasi lainnya. HNW juga sampaikan bahwa Fraksi PKS baik di tingkat Pusat maupun Provinsi DKI, pada setiap hari Selasa menjadikannya sebagai spesifik hari untuk menerima aspirasi-aspirasi dari Umat dan Rakyat.
Selain terkait bantuan, HNW juga menuturkan bahwa FPKS DPR RI saat ini juga sedang berupaya melaksanakan janji kampanyenya dengan mengusulkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (Pelindungan Kiai dan Guru Ngaji).
“RUU tersebut diusulkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), dan draft RUUnya sudah mulai disosialisasikan ke beberapa Ormas Islam seperti Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam dan lain-lain,” ungkapnya.
HNW mengatakan bahwa RUU ini sangat dibutuhkan untuk memberi perlindungan kepada para Tokoh Agama seperti ulama, ustadz maupun guru ngaji yang banyak mendapat ancaman dan hambatan ketika mereka akan melaksanakan peran sebagai Tokoh Agama, sebagaimana yang terjadi dengan peristiwa penusukan Syaikh Ali Jaber, beberapa waktu lalu.
“RUU ini semakin dibutuhkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan bagi para ustadz atau guru ngaji. Selain perlindungan, RUU ini juga mengatur pemberian hak kepada para tokoh agama (termasuk ustadz dan guru ngaji) untuk memperoleh jaminan kesehatan, hukum dan dan hak untuk meningkatkan kapasitas diri melalui pendidikan atau pelatihan,” pungkasnya.
“Kami sudah menyiapkan RUU tersebut. Mohon doa agar ulama atau tokoh agama bisa mendapatkan perlindungan ketika menyebarkan ajaran agamanya. Kalau Amerika Serikat yang sekuler dan mayoritasnya Kristiani saja mempunyai produk hukum untuk melindungi Pastor (Pastor Protection Act), maka Indonesia sebagai Negara Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mayoritasnya Muslim, lebih layak mempunyai UU tersebut. Apalagi dengan banyaknya fakta terkait penistaan dan atau ancaman atau penganiayaan thd Ulama/Tokoh Agama,” pungkasnya.
Para Guru Ngaji dan pengurus MDT dan TPQ mendukung usaha FPKS di DPR tersebut, dan mendoakan agar segera bisa disahkan menjadi produk hukum, untuk melindungi para Ulama/Tokoh Agama.