
Jakarta (13/07) — Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS, Hamid Noor Yasin menanggapi ditunjuknya Menteri Pertahanan sebagai leading sector untuk memperkuat food estate dengan target 700 ribu hektare.
Hamid memberi pertanyaan besar, apakah selama ini kita sudah tepat menjadikan beras sebagai pangan primer untuk mencukupi kebutuhan nasional ?
“Ide ini muncul dari inspirasi pakar ekonomi kelembagaan yang pernah berdiskusi dengan saya. Mereka mempertanyakan, selama ini hanya sedikit waktu kita menikmati surplus hingga ekspor beras,” ungkap Hamid.
Hanya sekitar 2 tahun saja, lanjutnya, antara 1984 sampai dengan 1986 kita secara kenyataan memang surplus beras. Baru pada 1985, Indonesia memulai untuk ekspor beras. Ekspor pertama kali ke Vietnam dengan jumlah 100 ribu ton beras. Meski hanya mampu bertahan sampai tahun 1986.
“Berbagai versi Indonesia surplus beras, ekspor beras dan berbagai argumen, itu tidaklah sesuai kenyataannya. Terbukti setiap tahun kita impor beras tanpa henti. Hanya 2 tahun saja murni tanpa impor. Kita Harus mempertanyakan, apakah beras ini solusi inti untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan kita ?”, ucap Hamid mempertanyakan.
Hamid mengatakan, paparan bentangan air yang menutup bumi Indonesia ini jauh lebih luas dari daratan. Seharusnya ini menjadi sinyal bahwa yang hidup di air merupakan sebuah potensi menyuplai kebutuhan pokok pangan seluruh penduduk Indonesia. Ide beberapa Ilmuan yang menyarankan untuk Indonesia memperkuat perikanan baik tangkap maupun budidaya mesti menjadi pertimbangan kuat dalam penyusunan kebijakan pangan nasional. Menjadikan Ikan sebagai kebutuhan primer, dan beras sebagai sekunder merupakan ide out of the box, tapi ini merupakan solusi menarik untuk merubah pola kehidupan masyarakat Indonesia.
“Protein dari ikan ini kan sangat tinggi, selain menjadikan rakyat Indonesia semakin cerdas, juga akan menjadi perlawanan kuat terhadap ancaman stunting. Belum lagi negara kita akan menjadi Lumbung Pangan yang benar-benar bukan pencitraan”, kata Hamid.
Legislator asal Jawa Tengah IV ini melihat tidak dilibatkannya Kementan dalam beberapa kebijakan besar terkait pangan merupakan kesalahan besar pemerintah yang pertama.
“Tapi kesalahan utamanya adalah tidak membangun integrasi membangun kedaulatan pangan yang melibatkan seluruh lembaga besar untuk mewujudkannya karena saling kait mengkait,” ujarnya.
Hamid melanjutkan, KKP, Kementan, Kemenhut LH, kemenprin, PU, LIPI, merupakan lembaga-lembaga besar yang bila bersinergi akan mewujudkan seluruh infrastruktur kedaulatan pangan dari hulu hingga hilir.
“Saya tidak terlalu mempersoalkan pemerintah menunjuk siapa koordinator food estate. Yang menjadi persoalan adalah, jangan sampai uang negara berhamburan tanpa bekas nantinya karena kegagalan memilih orang dan eksekusi kebijakan. Amanat Rakyat ini sangat berat pertanggungjawabannya di masa depan”, tutup Hamid Noor Yasin.