Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Anggota FPKS Mengeluhkan Harga Rapid Test atau Uji PCR yang Mahal

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (24/06) — Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf, menyoroti konsep New Normal Pemerintah yang kurang persiapan.

Politisi PKS ini menilai Pemerintah masih gagap dalam menyiapkan instrumen kesehatan yang diperlukan bagi masyarakat untuk kembali berkegiatan di luar rumah khususnya pada sektor ekonomi dan pendidikan.

“Pemerintah masih saja gagap dalam menyusun persiapan New Normal. Adanya data statistik seharusnya dihargai dalam konteks pengambilan kebijakan. Selain itu, saya juga mendapat pengaduan dari sekitar 200 pekerja di Jepara yang harus bekerja di luar kota, tetapi dipersulit karena harus menyertakan surat keterangan bebas Covid-19. Mereka mengeluhkan harga tes yang mahal berkisar Rp 400.000,- untuk sekali tes.” ungkap Bukhori saat Rapat Kerja Komisi VIII dengan BNPB di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/06/2020).

Selain itu, ia mendesak agar Pemerintah turut memperhatikan pembukaan pesantren di masa New Normal mendapat dukungan nyata dari Pemerintah dengan penyediaan instrumen kesehatan seperti Rapid/ PCR Test gratis untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lembaga pendidikan. Ia juga mengingatkan agar Pemerintah tidak hanya “omong doang”.

“Saya juga mendapat pengaduan dari keluarga santri yang harus merogoh ongkos sampai Rp. 500.000,- untuk rapid test sebelum masuk kembali ke pondok. Padahal saat raker lalu, Kementerian Agama bilang akan mendukung, tetapi saya pikir itu hanya “omdo” (omong doang). Sebab itu, dengan melihat dana On Call BNPB yang cukup besar, BNPB harus beri perhatian pada hal tersebut” katanya.

Sebagai informasi, Pagu Indikatif BNPB pada 2021 mencapai Rp 715 miliar, teralokasi ke program dukungan manajemen Rp 277 miliar dan program ketahanan bencana sebesar Rp 488,1 miliar dimana di dalamnya termasuk Dana Siap Pakai (DSP) Rp 250 miliar.

Selain menyinggung persiapan New Normal yang belum matang, Bukhori juga menyoroti posisi BNPB sejauh ini yang tidak bisa mempengaruhi aspek perencanaan dalam rencana pembangunan nasional sehingga fungsinya seolah seperti “pemadam kebakaran”. Sebab itu, ia mendorong agar revisi UU No. 24/2007 Tentang Penanggulangan Bencana turut menambahkan catatan agar BNPB memiliki wewenang dalam memberikan rekomendasi yang harus diterima dalam Rencana Pembangunan Nasional yang disusun oleh Bappenas.

“Salah satu alasan yang membuat Pemerintah gagap dalam mengantisipasi bencana alam maupun non-alam dikarenakan posisi BNPB selama ini seolah seperti pemadam kebakaran. Mereka tidak diberikan ruang memberikan pengaruh dalam perencanaan nasional. Padahal, dalam struktur BNPB sudah terdapat Deputi Bidang Sistem dan Strategi dan Deputi Pencegahan. Ke depan, saya harap deputi ini bisa menyusun kajian kebencanaan yang komprehensif dan bersinergi dengan Bappenas agar bisa di-endorse dalam UU” pungkasnya.