Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Terima Aspirasi Peneliti, FPKS Dorong Riset Lebih Optimal di RUU Cipta Kerja

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (06/06) — Anggota Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menyayangkan RUU Cipta Kerja tidak serius mengakomodasi pengembangan IPTEK. Hal ini bisa dilihat dari sedikitnya pasal dan ayat dalam RUU Cipta Kerja yang membahas riset dan teknologi.

“Dari 2 ribu halaman RUU Cipta Kerja, ada sekitar 174 pasal. Pasal yang membahas mengenai inovasi hanya 1 pasal, yakni pasal 66“ ujar Mulyanto saat menerima aspirasi dari para peneliti Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) dan Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Jumat (5/6).

Di dalam pasal tersebut, pemerintah dapat menugaskan BUMN untuk melakukan riset dan inovasi di bidang IPTEK. Tentu, BUMN hanya bisa melakukan itu berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Kementerian terkait. Menurut Mulyanto, pasal ini sudah cukup baik namun masih memiliki kekurangan.

“Ada redaksi ‘dapat’ disitu, artinya BUMN tidak seratus persen wajib melakukannya, terlebih lagi BUMN hanya bisa melakukan itu berdasarkan persetujuan RUPS” ujarnya.

Di sisi lain, RUU Cipta Kerja ini terlalu fokus pada mempermudah perizinan investasi asing dan kurang berperan dalam membentuk iklim riset, terutama terkait alih teknologi dari perusahaan asing.

 

Hal ini bisa dilihat dari adanya Bab mengenai hak paten dalam RUU tersebut, dimana kewajiban untuk alih teknologi dan pengembangan SDM lokal justru dicabut.

“Karena hal-hal ini dianggap hambatan investasi. Jadi, RUU ini sekedar ingin agar investasi asing masuk tetapi tidak ada trade off atau tarik-ulur yang dapat menguntungkan Indonesia, khususnya terkait alih teknologi dan pengembangan kapasitas industri lokal,” jelasnya.

Padahal, Indonesia membutuhkan hal-hal tersebut agar UMKM dan industri lokal bisa naik kelas. Dengan IPTEK, UMKM dan industri lokal bisa mengembangkan industri hilir yang menghasilkan produk turunan bernilai tinggi.

Terakhir, RUU tersebut tidak menyelesaikan masalah perizinan pada instansi pemerintahan dalam pengembangan IPTEK.

 

Menurut Mulyanto, justru hal seperti ini sangat urgen dilakukan, mengingat izin instansi pemerintahan terkait pengembangan IPTEK sering menjadi penghambat. Sebagai contoh, di produk Kesehatan, banyak produk jamu di Indonesia mengalami kendala karena dipersulit oleh uji klinis dari BPOM.

“Sebenarnya, kalau terkait IPTEK, kita itu ingin agar izin-izin riset ini dipermudah. Fraksi PKS sudah mengadvokasi pemerintah mengenai hal ini . Sayangnya, kita belum melihat itu pada RUU Cipta Kerja. Pasal 66 yang membahas riset dan inovasi terlalu fokus ke peran BUMN, sementara RUUnya lebih fokus ke perizinan dan kemudahan investasi, bukan perizinan pengembangan IPTEK” ujar Mulyanto.