Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

New Normal : Jangan Menjadi Sebab Gelombang Kedua

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Oleh Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M. Si.

Dalam seminggu terakhir, wacana untuk mulai menerapkan New Normal dalam kegiatan masyarakat dalam masa pandemi covid-19 ini mengemuka di publik setelah disampaikan oleh berbagai unsur di pemerintahan.

Mulai Presiden sampai jajaran Menteri maupun kepala daerah berbicara tentang New Normal, yaitu upaya untuk mengembalikan berbagai kegiatan yang selama ini terhenti atau dibatasi, namun dengan menerapkan protokol kesehatan pada kegiatan tersebut.

Wacana New Normal ini seakan menjadi bersambung dengan apa yang sebelumnya disampaikan oleh Presiden bahwa “kita harus bedamai dengan Covid-19”. Namun wacana New Normal ini juga menjadi pertanyaan mengingat perkembangan penularan covid-19 di Indonesia belum bisa dikatakan mereda.

Data pada 31 Mei 2020 menunjukkan adanya 700 kasus baru positif covid-19 dan total 17,552 kasus terkonfirmasi (data terbaru), sehingga terkesan penerapan New Normal ini menunjukkan sudah mentoknya upaya pemerintah dalam penanganan pandemi covid-19 ini di Indonesia. Nuansa tuntutan ekonomi justru lebih kuat dalam penerapan New Normal ini.

Harus ada Pemahaman yang Benar dan Sama tentang New Normal

Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam penerapan New Normal ini adalah adanya pemahaman yang sama dan benar diantara berbagai pihak, khususnya masyarakat tentang apa yang dimaksud dengan New Normal. New Normal harus dipahami bahwa usaha untuk mengembalikan kegiatan di berbagai bidang mendekati situasi semula namun dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat sesuai dengan bidang kegiatannya. Harus diakui, saat ini karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman yang benar, banyak masyarakat khususnya di kalangan bawah yang memahami New Normal sebagai kembali ke situasi normal seperti sebelum pandemi covid-19. Apalagi sebelumnya Presiden juga mewacanakan melakukan relaksasi atau pelonggaran Pembatasan Sosialisasi Berskala Besar (PSBB).

Pada saat menyampaikan rencana New Normal juga Presiden mengunjungi Mall yang dilakukan menjelang Lebaran dan memberi sinyal pusat perbelanjaan sudah bisa kembali dibuka dan kegiatan akan kembali normal.

Wajar jika kemudian masyarakat menganggap New Normal ini berarti kembali ke situasi normal dan bisa melakukan kegiatan seperti semula termasuk berbelanja dan makan di Mall dan kegiatan lainnya tanpa pembatasan Apalagi masyarakat sudah cukup jenuh dengan penerapan pembatasan selama hampir 2,5 bulan dan sebagian tidak mematuhi aturan tersebut.

Harus diberikan pemahaman bahwa penerapan New Normal berarti tetap menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan covid-19. Termasuk didalamya adalah aturan-aturan social-physical distancing yang selama ini sudah ada, agar tetap dilaksanakan, meskipun beberapa kegiatan yang sebelumnya dihentikan kita sudah bisa dibuka lagi, namun dengan pembatasan-pembatasan.

Pemahaman yang benar tentang New Normal juga harus sama diantara pihak yang terkait, termasuk petugas di lapangan. Jangan sampai terdapat perbedaan persepsi dan penafsiran diantara petugas di lapangan dalam melakukan pengawasan penerapan protokol kesehatan dalam New Normal. Apalagi jika petugas di lapangan memiliki persepsi yang sama dengan sebagian masyarakat yang menganggap sudah bisa beraktivitas secara normal, maka akibatnya bisa sangat fatal. Belum lagi, sampai saat ini masih belum ada rujukan peraturan tingkat pusat yang menjadi landasan pengaturan New Normal. Pemahaman yang tidak sama, dikhawatirkan masing-masing sektor membuat peraturan sendiri tentang bagaimana implementasi New Normal yang bisa berakibat tidak sinkron antar aturan dan kekacauan dalam penerapan di lapangan. Padahal dengan PSBB saja yang memiliki aturan yang jelas, masih banyak yang belum dipatuhi oleh masyarakat maupun pelaku usaha.

Hal yang paling dikhawatirkan jika New Normal ditafsirkan sebagai kembali kepada kehidupan normal seperti sebelum pandemi, sementara penambahan kasus baru covid-19 masih tinggi, adalah potensi munculnya gelombang kedua penyebaran covid-19.

Belajar dari pengalaman pandemi Spanish flu dimana korban meninggal dunia justru banyak terjadi saat gelombang kedua karena fasilitas kesehatan yang sudah tidak lagi mampu melayani dan menangani pasien yang terpapar virus. Apalagi disaat akan diberlakukan New Normal ini, semakin banyak petugas medis yang terpapar virus dan beberapa rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang harus ditutup karena petugas medis yang terpapar covid-19.

Kesiapan Penerapan: Jangan Asal New Normal

Selain masalah pemahaman yang benar tentang New Normal, timing untuk mulai menerapkan New Normal juga perlu mendapat perhatian sangat penting. Pertanyaan besaraanya adalah apakah daerah-daerah atau Indonesia secara keseluruhan sudah bisa diterapkan New Normal ? Perlu ada kriteria yang jelas untuk pemberlakukan New Normal di suatu wilayah dan sejauh mana kriteria tersebut sudah dipenuhi.

Jika mengacu ke WHO, pelonggaran dan pembatasan yang dilakukan untuk memutus mata rantai harus memenuhi enam kriteria yaitu (1) penularan yang sudah terkendali, (2) kapasitas pelayanan kesehatan yang sudah baik dalam melakukan deteksi, tes, isolasi, pengobatan dan tracing kasus, (3) resiko penularan yang sudah dapat diminimalisir dengan penataan khusus seperti di pelayanan kesehatan dan perawatan rumah, (4) upaya pencegahan di tempat publik yang sudah berjalan baik seperti di sekolah, tempat kerja, dan tempat-tempat umum yang penting, (5) imported cases yang sudah bisa dikendalikan, dan (6) masyarakat telah dididik dengan baik, terlibat dan berdaya untuk menerapkan “norma baru.

Jika mengacu pada kriteria yang ditetapkan WHO tersebut, dapat dikatakan secara umum Indonesia belum memenuhi kriteria untutk melakukan pelonggaran dan menerapkan New Normal.

Penambahan kasus baru baru covid-19 juga masih terus terjadi dengan jumlah diatas 600 kasus per hari selama beberapa hari terakhir.

Beberapa daerah seperti Jakarta, Bogor dan Bekasi memang sempat menunjukkan penurunan jumlah kasus baru, namun tetap saja masih belum memenuhi kriteria untuk bisa melakukan pelonggaran dan penerapan New Normal.

Jawa Timur bahkan menunjukkan penambahan yang signifikan dan munculnya klaster-klaster baru penularan dan Surabaya menjadi episentrum baru penularan covid-19. Penerapan PSBB juga belum sepenuhnya berjalan baik. Bahkan diakhir-akhir terutama menjelang hari raya Idul Fitri justru masyarakat banyak yang tidak lagi menerapkan ketentuan dalam PSBB.

WHO bahkan mengkategorikan penularan di Indonesia sebagai community transmission, bukan lagi clusters of cases.

Sementara kapasitas tes PCR kita masih di kisaran 0,1% dimana per 29 Mei 2019 baru sebesar 1061 tes per 1 juta penduduk. Angka ini masih dibawah Vietnam, Philipina yang sudah lebih dari 2800 per 1 juta penduduik, dan tertinggal jauh dari Malaysia dan Singapura.

Lonjakan kasus baru covid-19 yang terjadi di Korea Selatan setelah dilakukannya pelonggaran dan New Normal bisa menjadi pelajaran berharga buat kita. Korea Selatan mulai mencabut pembatasan sosial pada 6 Mei 2020 dan warga memulai kehidupan normal. Namun pada 28 Mei ditemukan 79 kasus infeksi baru dengan 67 diantaranya terjadi di Metropolitan Seoul. Lalu pada 29 Mei didapatkan 58 kasus baru dengan tracing kasus yang makin sulit dilakukan.

Akibatnya pemerintah kembali melakukan pembatasan secara ketat untuk mencegah terjadinya gelombang kedua. Lonjakan kasus ini menunjukkan resiko yang mungkin terjadi ketika dilakukan pelonggaran dan mencoba kembali ke normal dimana sektor-sektor perekonomian kembali dibuka.

Banyak Yang Harus disiapkan

Bisa dipahami jika pemerintah ingin segera mengaktifkan kembali kegiatan ekonomi dan sosial termasuk kegiatan peribadatan yang selama ini diminta untuk diperketat sementara. Pembatasan kegiatan ekonomi dalam 2 bulan terakhir telah membuat ekonomi betul-betul terpuruk, terutama di beberapa sektor seperti perdagangan dan retail, industri, pariwisata, transportasi dan perhotelan. Banyak pekerja harian dan pekerja sektor informal yang kehilangan pekerjaan dan menurun pendapatan secara drastis.

Pemerintah juga tidak cukup kuat untuk memberikan memberikan kompensasi dalam bentuk bantuan sosial dan sejenisnya kepada warga masyarakat yang terdampak berat akibat pandemi covid-19 ini.

Meskipun demikian, upaya melakukan pelonggaran dan penerapan New Normal perlu dilakukan secara hati-hati serta berbasis analisis data dan fakta yang akurat.

Pada tahap awal, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua langkah penanganan pandemi dan hasilnya yang sudah dilakukan oleh Gugus Tugas dan berbagai stakeholder terkait. Hasil evaluasi menyeluruh ini menjadi dasar untuk menyusun rencana pelonggaran secara matang, termasuk jika memang akan diterapkan New Normal dalam kehidupan masyarakat.

Rencana melakukan pelonggaran dan penerapan New Normal juga harus diikuti dengan memastikan kesiapan semua infrastruktur dan pengawasan di semua tempat dimana kegiatan-kegiatan sosial ekonomi akan dibuka kembali dan banyak orang akan berkumpul.

Persiapan penerapan protokol kesehatan dan sarana pendukungnya betul-betul harus dilakukan. Di bagian hilir, perlu dipastikan juga ketersediaan dan kesiagaan semua fasilitas kesehatan di semua jenjang dan dukungan alat kesehatan serta tenaga kesehatan untuk mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk pelibatan fasilitas kesehatan swasta.

Termasuk penyiapan ini adalah tersedia ruang-ruang atau bilik kesehatan mandiri untuk perawatan dan isolasi pasien dengan gejala ringan yang tidak perlu dirawat di rumah sakit dan sulit juga dilakukan perawatan dan isolasi mandiri di rumah. Perencanaan dan [ersiapan jiuga harus melibatkan kalangan medis dan pakar kesehatan agar pertimbangan menerapkan New Normal betul-betul matang dan terukur, tidak hanya kepentingan ekonomi.

Pelibatan pakar dan kalangan medis ini terutama dalam penyiapan protokol kesehatan yang harus dipenuhi dimasing-masing sektor yang akan dibuka serta pentahapan dalam melakukan pelonggaran.

Pada tingkat masyarakat, perlu dipastikan juga bahwa sosialisasi pemahaman tentang pelonggaran dan New Normal ini sudah sampai dan merata ke lapisan masyarakat terbawah, khususnya yang akan banyak mendatangi kegiatan-kegiatan yang akan dibuka kembali.

Sosialisasi mencakup pemahaman tentang New Normal dan protokol kesehatan yang harus dipenuhi dalam menerapkan New Normal pada masing-masing bidang kegiatan, hal yang boleh dan hal yang tidak boleh serta pengawasannya. Sosialisasi harus melibatkan tokoh masyarakat, tokoh berpengaruh, opinion leader, influencer, media massa dan sosial media serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

Selanjutnya kesiapan untuk pengawasan dalam penerapan New Normal juga harus dilakukan dengan melibatkan aparat keamanan (TNI-Polri) dan Satpol PP daerah. Harus dipahami bahwa New Normal bukan tanpa pengawasan atas pelaksanaannya, namun justru diperlukan pengawasan yang ketat agar tidak ada kebablasan dalam melakukan kembali kegiatan sosial-ekonomi agar tetap mematuhi protokol yang ditetapkan.

Penerapan New Normal juga harus dilakukan secara bertahap dengan ujicoba pada daerah-daerah yang memang zona hijau dan daerah-daerah yang penyebaran covid-19 sudah bisa dikendalikan dengan baik.

Penurunan jumlah kasus yang siginifkan pada daerah tersebut dan fasilitas kesehatan yang sudah siap dan cukup lengkap dapat menjadi indikator daerah yang bisa menjadi lokasi ujicoba New Normal.

Namun ujicoba ini juga harus diiikuti dengan mitigasi dan evaluasi cepat (rapid appraisal) atas penerapan New Normal untuk jadi bahan perluasan penerapan New Normal di wilayah berikutnya.