
Tasikmalaya (04/06) — Anggota Komisi I DPR RI asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Toriq Hidayat, prihatin atas kematian seorang pria kulit hitam George Floyd akibat tindakan brutal seorang oknum polisi kulit putih di mineapolis, Amerika Serikat.
Kematian Floyd, menurut Toriq, mengakibatkan Amerika kini dilanda protes keras dari masyarakatnya selama delapan hari terakhir. Bahkan protes diwarnai kerusuhan di sejumlah tempat. Ada tiga negara bagian yang sudah menyatakan status darurat. Sementara itu, 40 kota juga dikabarkan menerapkan jam malam.
“Tidak boleh seorang aparat penegak hukum melakukan tindak kekerasan kepada tersangka kejahatan, apalagi kedua tangan tersangka sudah diborgol. Di Indonesia, aturan pelarangan penegak hukum bertindak sewenang-wenang termaktub dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Tegas Toriq
Selanjutnya beliau mengatakan, gelombang protes keras masyarakat Amerika kepada pemerintah nya menjadi gambaran bahwa sebagai tanah impian bagi setiap orang , Amerika tidak seindah warna aslinya. Beginilah wajah Amerika yang sesungguhnya. Negara yang mendeklarasikan sebagai negara super power, banyak terlibat dalam urusan politik dalam negeri negara lain itu, kini harus sibuk mengatasi kemarahan rakyat mereka sendiri yang menuntut Amerika lebih adil, lebih menyejahterakan, dan menjadi rumah bagi semua ras serta golongan sebagaimana amanah konstitusi mereka.
“Apa yang terjadi di Amerika Serikat saat ini tidak lepas dari cara memimpin Donald Trump, sejak awal menjadi presiden, Dia telah membuat kebijakan yang anti-imigran. Dan menjelang akhir pemerintahannya, Trump berusaha mendorong agar programnya itu terpenuhi. Bahkan saat masih menjadi Capres, Donald Trump mengklaim dirinya sebagai ‘the law and order candidate’ atau kandidat yang ingin menegakkan hukum dan keteraturan. penggunaan istilah ‘law and order’ digunakan untuk menarik dukungan sebagian warga kulit putih yang tidak puas dengan status quo, yakni pemerintahan AS yang dipimpin oleh Barack Obama, seorang presiden keturunan kulit hitam”, Jelas Toriq.
Menurut analis politik FiveThirty Eight, Clare Malone, ‘law and order’ juga terkait pemulihan sebuah tatanan sosial yang menguntungkan warga kulit putih, yang secara historis sudah menjadikan kelompok kulit hitam sebagai budak sejak 150 tahun sebelum Amerika Serikat berdiri. Kesetaraan hak antara warga kulit putih dan kulit hitam sepertinya memang masih sekadar etalase daripada benar-benar sebagai nilai-nilai kehidupan demokrasi masyarakat maupun pemerintah Amerika.
Padahal, menurut Toriq, demokrasi seharusnya dapat memberikan ruang dan peluang serta manfaat yang merata kepada tiap warga bangsa. Demokrasi Pancasila memiliki tujuan membuka kesempatan yang sama bagi seluruh warga agar rasa keadilan (sense of justice) dan rasa kesetaraan (sense of equity) terwujud.
“Agar Demokrasi Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak mengalami hal yang sama dengan demokrasi di Amerika maka dibutuhkan komitmen, konsistensi, dan persistensi dari masyarakat dan pemerintah Indonesia,” tutup Toriq.