Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Belum Turunnya Kasus Covid-19, Fahmy Alaydroes : Jangan Aktifkan Sekolah !

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (28/05) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes, menyoroti rencana Pemerintah untuk kembali mengaktifkan kegiatan belajar mengajar di sekolah, disaat kondisi Pandemi Covid-19 yang masih belum menentu dan grafik positif Covid-19 masih terus meroket.

Berdasarkan data, jumlah yang positif tertinfeksi Covid-19 hingga Rabu (27/5/2020) pukul 12.00 WIB, ada 23.851 kasus atau bertambah 686 kasus dari hari sebelumnya.

Adapun jumlah korban meninggal dunia sebanyak 1.473 atau bertambah 50 orang dari hari sebelumnya dan menyebar ke 31 Provinsi di Indonesia.

“Prediksi kapan akan berakhir, masih simpang siur dan cenderung semakin mundur ke belakang. Semula diperkirakan Pandemi Covid-19 akan berakhir bulan Juni 2020, dan situasi kembali normal pada Juli,” ungkap Anggota Komisi X DPR RI ini.

Prediksi itu, lanjut Fahmy, dikemukakan oleh Singapore University of Technology and Design (SUTD) Data-Driven Innovation Lab.

“Prediksi itu kemudian berubah, bahwa akhir pandemi Covid-19 di Indonesia terjadi pada 23 September 2020 atau mundur lebih dari 3 bulan,” pungkasnya.

Kemudian dalam perkembangannya, katanya, prediksi itu kembali berubah. Terakhir dalam laporan yang di-update pada Selasa (5/5/2020), prediksi itu kembali mundur menjadi Oktober 2020.

“Secara teoritis, akhir pandemi Covid-19 terjadi pada 7 Oktober 2020. Prediksi itu bisa meleset 14,9 hari. Ironinya, kemudian Pemerintah akan memberlakukan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar,” tandas Fahmy.

“Kehidupan dan aktivitas kantor, pusat-pusat perbelanjaan, mall, sekolah, penerbangan, transportasi dan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi akan dikembalikan seperti biasa. Tentu saja, dengan tetap memberlakukan aturan protokol kesehatan,” imbuhnya.

Entah kenapa, lanjut Fahmy, sejalan dengan adanya keinginan Pemerintah untuk mengendurkan PSBB, didahului dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa kita harus berdamai dengan Covid-19, berbagai pandangan, penjelasan, bahkan propaganda menyebar di medsos, memposisikan Covid-19 sebagai flu biasa, tidak terlalu berbahaya, dan kalaupun meninggal karena dibarengi penyakit lainnya.

“Meski faktanya pandemi Covid-19 ini telah menjatuhkan korban meninggal dunia yang banyak, baik yang terdata dan diumumkan resmi, ataupun yang tidak dicatat atau dikategorikan meninggal karena covid-19 karena belum sempat ditest, meski gejala sakitnya didominasi oleh gejala Covid-19”, urainya.

Dengan rencana penyudahan kebijakan PSBB, katanya, maka kita berada dalam suasana yang disebut sebagai keadaan kehidupan ‘new-normal’, berperilaku sehari-hari seperti biasa tapi dengan tetap waspada dan atisipatif terhadap pandemic Covid-19 yang masih mengancam kita.

Pemerintah yang diberi kekuasaan dan fasilitas besar, tegasnya, juga memikul tanggung jawab dan amanah besar, yaitu: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa,…..” (Pembukaan UUD 1945).

“Pemerintah wajib melindungi seluruh rakyat dan warga Negara Indonesia dari ancaman pandemic Covid-19 yang mengancam keselamatan jiwa, sambil terus berupaya menyelenggarakan pendidikan nasional agar anak-anak bangsa menjadi cerdas, dan mengupayakan bertumbuhnya ekonomi nasional agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengikis kemiskinan dan kesengsaraan hidup,” tuturnya.

Bila hendak dilakukan relaksasi PSBB, Fahmy melanjutkan, dalam rangka menggerakkan roda dan kehidupan ekonomi dan menyediakan pelayanan umum kepada masyarakat, pastikan dan tegaskan protokol kesehatan diterapkan di setiap tempat umum.

“Setiap orang mesti pakai masker, menjaga jarak, sediakan fasilitas mencuci tangan dengan sabun, dan sebagainya. Tanda-tanda peringatan mesti disediakan di setiap sudut atau tempat yang diperlukan, satpol atau petugas-petugas pengawal disiplin protocol mesti ditempatkan di berbagai tempat yang diperlukan, sanksi/denda/hukuman perlu ditegakkan kepada siapapun yang melanggar,” tegas Fahmy.

Ketika sekolah-sekolah dibuka kembali, lanjutnya, bayangkan anak-anak usia dini (PAUD), anak-anak usia muda di kelas 1, 2,3 SD, Anak-anak yang sudah mulai besar di kelas 4-5-6 SD dan anak-anak remaja di SMP-SMA, berada dalam satu kawasan sekolah, bersama dan berinteraksi, bermain dan belajar selama seharian.

“Bagaimana memastikan bahwa mereka dapat belajar dengan tenang, dan sekaligus aman dari ancaman penularan Covid-19? Apakah sekolah sudah siap menjalankan dan menerapkan Protokol kesehatan kepada semua siswa, pada setiap aktivitas pembelajaran? Apakah guru-guru juga mampu mengajar dan menciptakan suasana belajar yang kondusif? Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut sekolah yang siap dengan protokol kesehatan untuk kembali membuka sekolah masih sedikit,” tanya Fahmy.

Berdasarkan data KPAI baru 18 % sekolah yang siap dengan protokol kesehatan pencegahan covid-19.

“Sungguh ini perkara yang serius dan mesti mendapat perhatian Pemerintah! Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan/Kebudayaan dan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota harus menyiapkan secara seksama, memastikan berjalannya pola perilaku sesuai protokol kesehatan dengan disiplin ketat. Bila tidak ketat, sungguh saya mengkhawatirkan akan terjadinya kluster-kluster baru di sekolah-sekolah.! Pemerintah jangan main2 dengan keselamatan jiwa anak-anak kita. Harus mendengar dan mengikuti saran para ahli kesehatan kita. Lebih baik menunda beberapa saat tapi selamat, daripada berlagak ‘gagah’ mau berdamai dengan Covid-19 tapi kemudian banyak menimbulkan mudarat,” tutup Fahmy mengakhiri.