
Oleh Netty Prasetiyani Heryawan
Kehadiran perempuan dalam politik adalah soal keterwakilan entitas perempuan dalam forum pengambilan kebijakan publik yang akan mempengaruhi kehidupan semua orang. Kita mengetahui bahwa dua pertiga dari 757 juta orang dewasa di seluruh dunia yang tidak dapat membaca atau menulis adalah perempuan.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia usia kerja (15 tahun ke atas) adalah sebesar 169,0 juta jiwa, terdiri dari 84,3 juta orang laki-laki dan 84,7 juta orang perempuan. Jumlah perempuan lebih besar 0,4% dari jumlah laki-laki. Bagaimana mungkin perempuan tidak terlibat dalam politik?
Selain itu, kita memahami bahwa ruang politik adalah ruang kompromi dalam melakukan pengaturan banyak hal terhadap penduduk, mulai soal ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan hingga menyangkut persoalan pribadi yang secara signifikan mempengaruhi ruang publik.
Tentu ironis jika dalam perkara sepenting ini, perempuan absen urun pedapat. Oleh karena itu, mendorong keterlibatan perempuan di panggung politik, baik kuantitas dan kualitas, adalah perjuangan yang harus dilakukan terus menerus, terencana, dan bersinergi dengan banyak elemen terkait.
Membangun Sinergitas
Sinergitas berasal dari kata sinergi, yang berarti kegiatan, hubungan, kerjasama atau operasi gabungan.
Sinergitas dapat dimaknai sebagai kerjasama unsur atau bagian atau fungsi yang menghasilkan suatu tujuan lebih baik dan lebih besar. Sinergitas menjadi kata kunci dalam dua hal penting, yaitu: mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen dan membuat kehadirannya membawa manfaat besar bagi masyarakat, terutama entitas perempuan, anak dan keluarga.
Menurut Covey, sinergitas akan mudah terjadi bila komponen-komponen yang ada mampu berpikir sinergi, terjadi kesamaan pandang dan saling menghargai.
Gerakan perempuan politik yang salah satunya dimotori oleh Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) perlu memperkokoh sinergitas dengan membangun persepsi yang sama, langkah dan tujuan perjuangan yang satu dan saling menghargai antar elemen yang ada.
Sebagaimana diketahui, KPPI adalah forum perempuan multi partai yang berangkat dari plaform dan latar belakang berbeda. Diperlukan bahasa yang sama, simbol yang satu dan langkah yang seirama agar perjuangan perempuan poltik mencapai tujuannya. Ketidakmampuan menyatukan ide, gagasan dan tujuan organisasi akan membuat sinergitas internal ambyar sebelum melangkah ke tahap berikutnya.
Jika ide dan gagasan sudah menemui kata sepakat, yang kemudian penting diharmonisasikan adalah soal rasa dan soal hati. Covey menyebutkan dalam padanan kata saling menghargai. Dapatkan perempuan poltik memiliki kebesaran jiwa, keluasan hati dan kelapangan dada untuk saling menghargai sesama? Tentu kita menolak jika disebutkan soal perasaan adalah persoalan perempuan saja. Namun dalam realitanya kita tak bisa menolak bahwa masih ada perempuan politik yang terjebak dalam masalah hati dan rasa ini, sehingga lupa untuk saling menghargai saat terjadi perbedaan pendapat. Oleh karena itu, membangun sinergitas hati dan rasa adalah hal yang tidak boleh diabaikan.
Selanjutnya, bentuk upaya apa yang dapat dilakukan perempuan politik dalam membangun sinergitas? Pertama, sinergitas perempuan politik intra dan ekstra parlemen, baik dalam melakukan advokasi regulasi yang berpihak pada keterwakilan perempuan mau pun dalam advokasi program yang langsung menyentuh kepentingan rakyat.
Perempuan parlemen diharapkan menjadi garda terdepan dalam mengawal kebijakan affirmasi melalui pembahasan rancangan undang-undang pemilu, rancangan undan-undang partai politik dan rancangan undang-undang lain yang dapat berimbas pada keterwakilan perempuan. Kegiatan mendengar, menampung dan menyalurkan aspirasi gerakan perempuan ekstra parlemen harus menjadi agenda yang dipriorotaskan para perempuan parlemen.
Kedua, sinergitas perempuan politik dengan pemerintah sebagai pemegang otoritas penyelenggaraan negara. Perempuan politik perlu bersinergi dengan kementeri
an dan lembaga pemerintah, utamanya yang menangani urusan perempuan, pemilu, politik dan pembangunan manusia seperti KPPPA, Kemendagri, Kemenko PMK, Bappenas, KPU, dan Bawaslu. Sinergitas yang baik dengan kementerian dan lembaga ini akan membuat langkah perempuan politik dalam mencapai keterwakilan perempuan mendapatkan dukungan. Samakan target perolehan dalam setiap tahap (pemilu), satukan persepsi dan langkah perjuangan, serta rumuskan road map pencapaian tersebut secara bersama.
Ketiga, sinergitas perempuan politik dengan media sebagai salah satu pilar demokrasi. Media memiliki fungsi memberikan informasi, melakukan edukasi dan juga kontrol sosial. Dalam era ini, kecepatan dan akurasi informasi menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai tujuan. Tidak tahu atau tertinggal informasi adalah kecelakaan fatal. Perempuan politik perlu membangun sinergi dengan media untuk menyebarluaskan gagasan, ide dan pikirannya tentang apa yang diperjuangkan. Gunakan media untuk membuat –jika mungkin- setiap orang tahu dan memahami apa yang telah dilakukan perempuan politik, untuk apa dan apa manfaatnya buat masyarakat. Gagal memberitahu artinya gagal memperoleh dukungan. Bukankah politik adalah soal persepsi yang ada di benak orang, yang salah satunya dibangun melalui informasi dari media?
Keempat, sinergitas dengan gerakan akar rumput. Pada akhirnya, kemenangan politik adalah soal mendapatkan dukungan suara dari rakyat. Kita boleh memiliki narasi dan gagasan yang briliyan, kemampuan retorika yang piawai, atau pun klaim sinergitas yang kuat dengan banyak kelompok, namun takdir kemenangan politik ada pada berapa suara yang memilih anda saat pemilu.
Kepercayaan dan Keyakinan
Suara rakyat ada di lapis akar rumput, di desa, di tingkat RW/RT, di tingkat TPS. Membangun jejaring di akar rumput adalah hal yang harus dilakukan perempuan politik untuk menggapai kemenangan. Kita dapat melakukan ini dengan mudah karena mereka ada dan nyata. Namun, perhatikan, mereka akan memilih berjejaring dengan kita saat kita datang dengan memberi manfaat. Ini adalah soal membangun basis sosial dimana kepercayaan dan keyakinan menjadi taruhan. Jika mereka percaya dan yakin pada kita, maka mereka akan memilih. Jika tidak, maka mereka bisa menggunakan prinsip transaksional dalam berhubungan dengan kita. Ini soal membangun hubungan sosial yang panjang dan lama, tidak bisa hanya tiba masa kampanye, baru kita datang menyapa mereka.