Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pendapat Akhir Mini F-PKS DPR RI Terhadap RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Disampaikan oleh : Dr. H. Mulyanto, M.Eng
Nomor Anggota : A-450

Bismillahirrahmanirrahiim,

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Salam Sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati:
– Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI;
– Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI beserta jajarannya;
– Menteri lainnya sesuai undangan;
– Rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami muliakan,

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan kasih sayang dan rahmat-Nya, kita bisa menghadiri Rapat Kerja Pembicaraan Tingkat I / Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai bentuk tugas mulia kita dalam menjalankan amanah untuk negeri ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, insan pilihan yang telah memberikan tuntunan dan teladan kepada kita untuk mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dalam mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pimpinan dan Anggota Komisi VII serta hadirin yang kami hormati,
Sumber daya alam berupa mineral dan batubara (Minerba) merupakan karunia Allah bagi Bangsa Indonesia, yang memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kegiatan pertambangan Minerba harus memberikan nilai tambah yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan dapat mewujudkan pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Salah satu upaya peningkatan pemanfaatan hasil Minerba secara optimal adalah pembentukan regulasi yang tepat untuk mendukung penuh kegiatan pertambangan Minerba di Indonesia. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menegaskan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Saat ini, keberadaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dirasa belum mampu menjawab perkembangan dan kebutuhan regulasi dalam penyelenggaraan kegiatan pertambangan Minerba. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya permasalahan terkait implementasinya, seperti pertentangan kewenangan pemerintah pusat dan daerah, rumitnya proses perizinan, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, perlindungan masyarakat terdampak, lemahnya pengawasan, serta kurangnya sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran atas regulasi tersebut. Selain itu, Undang-undang ini juga perlu diharmonisasikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait agar dapat menjadi dasar hukum yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan kegiatan pertambangan Minerba. Oleh karena itu perlu dibentuk Undang-Undang yang lebih komprehensif terkait Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pimpinan dan Anggota Komisi VII serta hadirin yang kami hormati,
Ada beberapa catatan yang ingin kami sampaikan terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang telah dibahas oleh Panja RUU Minerba Komisi VII DPR RI bersama perwakilan dari Pemerintah :

Pertama, FPKS berpendapat bahwa kegiatan pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu bentuk urusan pemerintahan yang bersifat konkruen yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan daerah, sehingga tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat. Oleh karena itu, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah Provinsi, begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing.

Kedua, FPKS berpendapat bahwa peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba, agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi Negara. Hal ini diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya, termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya. Selain itu, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, yang dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara.

Ketiga, FPKS berpendapat bahwa kewajiban peningkatan nilai tambah mineral dan batubara merupakan sebuah hal yang mutlak untuk diatur dalam RUU Minerba. Kewajiban berupa pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral dan batubara secara mandiri maupun kerjasama dengan perusahaan yang sudah memiliki izin smelter di dalam negeri, akan bisa meningkatkan perekonomian nasional serta membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat. Selain itu, pembangunan smelter harus diprioritaskan di wilayah kegiatan pertambangan minerba tersebut berada, dengan mengutamakan penggunaan sumber daya lokal agar bisa menggerakkan perekonomian di daerah tersebut.

Keempat, FPKS berpendapat bahwa pembatasan luas wilayah perizinan pertambangan mineral dan batubara harus diatur secara tegas dalam RUU Minerba. Termasuk juga batasan luas wilayah perpanjangan IUP/IUPK maupun penyesuaian KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya, harus
menyesuaikan batas wilayah tersebut dan bukan berdasarkan pertimbangan atas perencanaan maupun luas wilayah yang mereka miliki sebelumnya, sebagaimana Pasal 83 dan 169A Draft RUU Minerba yang sudah dibahas. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi penguasaan wilayah secara berlebihan oleh segelintir pihak yang dapat melanggar prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima, FPKS berpendapat bahwa jangka waktu perizinan harus diatur secara jelas tanpa membedakan apakah itu IUP/IUPK yang baru maupun hasil penyesuaian dari KK dan PKP2B. Insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter). Akan tetapi, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya, bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A rancangan RUU Minerba hasil pembahasan Panja, yang berarti bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.

Keenam, FPKS berpendapat bahwa prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam (SDA) minerba harus memegang teguh sistem pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Semua izin pertambangan haruslah inheren dengan tata guna peruntukan lahan dan sejalan dengan kepatuhan pada lingkungan hidup melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Termasuk juga pengaturan kewajiban reklamasi dan pasca tambang harus dipertegas untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Kewajiban tersebut harus menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemegang IUP/IUPK. Selain itu, kewajiban tersebut akan bisa lebih bermanfaat jika dana jaminan reklamasi dan pasca tambang diprioritaskan untuk disimpan di bank-bank BUMD di wilayah izin pertambangan, agar bisa memperkuat perekonomian di daerah tersebut.

Ketujuh, FPKS berpendapat bahwa RUU Minerba harus mengatur penguatan peran masyarakat dalam kegiatan pertambangan di daerahnya. Selain melalui kewajiban penggunaan sumber daya lokal, masyarakat juga harus memperoleh ganti rugi yang layak apabila terjadi kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan. Di sisi lain, masyarakat juga memiliki hak mengajukan permohonan untuk melakukan evaluasi, keberatan, dan atau menolak pemberian IUP/IUPK/IPR, serta hak mendapatkan pendampingan berupa bantuan hukum dari ancaman atau gangguan akibat pengusahaan kegiatan pertambangan tersebut.

Kedelapan, Fraksi PKS berpendapat tata kelola produksi dan perdagangan komoditas mineral dan batubara haruslah dibarengi dengan kejelasan pengaturan kuota produksi, pengetatan potensi illegal trading, pengendalian produksi dan ekspor. Dalam kaitan ini maka perlu ditegaskan pengaturan tentang penataan dan penetapan kebutuhan untuk domestic market obligation (DMO), ketegasan hilirisasi dan pengendalian praktek penghindaran pajak.

Kesembilan, Fraksi PKS berpendapat bahwa penerapan sanksi terhadap segala pelanggaran dalam RUU Minerba harus dilakukan dengan tegas, baik oleh pelaku usaha, masyarakat, maupun aparat dan pejabat yang berwenang dalam pemberian izin agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan agar tercipta keadilan dan bisa menberikan kepastian hukum dalam penyelenggaran kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Pimpinan dan Anggota Komisi VII serta hadirin yang kami hormati,

Menimbang beberapa catatan yang sudah dipaparkan di atas, maka dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim serta berharap Ridho dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, FPKS menyatakan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara DISETUJUI dengan catatan untuk diproses lebih lanjut.

Demikian pendapat akhir mini Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini kami sampaikan, sebagai ikhtiar dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk memberikan kerja yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.

Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Komisi VII serta hadirin semua, kami ucapkan terima kasih.
Billahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Jakarta, 18 Ramadhan 1441 H
11 Mei 2020 M

PIMPINAN
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Ketua,                                                                                                                               Sekretaris,

 

 

 

DR. H. Jazuli Juwaini, MA.                                                                           Hj. Ledia Hanifa, A. S.Si. M.Psi. T.
A-449                                                                                                           A-427

 

 

Silakan diunduh: PA MINI FPKS MINERBA B