
Oleh : DR. Fahmy Alaydroes, MM, MEd.(AnggotaDPR-RI-Fraksi PKS)
Pendidikan memiliki peran dan kontribusi penting dalam mewujudkan bangsa yang tangguh dan bermartabat. Komitmen pemerintah Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan warga negaranya ini tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat, yang menegaskan: “Pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.” Diperlukan pendidikan yang bermutu untuk dapat mencerdaskan bangsa.
Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 5 ayat (1) menetapkan , “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Pendidikan bermutu akan menemukan wujudnya yang nyata manakala hakikat dan tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai dengan baik, sebagaimana telah diamanahkan dalam UU No 20/ 2003 Pasal 3:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandir dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun sejauh ini, kami memandang bahwa Pendidikan Nasional masih berkutat dengan sejumlah masalah. Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menjadi salah satu komponen pembentuk indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan sekaligus memberikan gambaran rata-rata kualitas intelektual penduduk indonesia. Pada periode 2010-2014 terjadi peningkatan dari 7,93 tahun menjadi 9 tahun. Meski meningkat, tetapi rata-rata penduduk Indonesia hanya mengalami sekolah selama 9 tahun, yaitu hanya sampai akhir kelas 3 SMP. Sampai 2018, yang laki-laki baru sampai 8,62 tahun, sedangkan yang perempuan baru sampai 7,72 tahun. Artinya, gap antara harapan dan realisasinya masih cukup jauh.
Sebuah laporan investigasi yang didasarkan atas hasil survei lembaga Pearson, menyebutkan penyebab terpuruknya sistem pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah buruknya tingkat kompetensi guru yang mengajar di sekolah.
Dilaporkan, bahwa hanya sekitar separuh atau 51 persen guru yang mengajar di Indonesia memiliki kompetensi yang tepat untuk dapat mengajar dengan baik dan profesional. Uji kompetensi guru yang dilakukan Kemendikbud (2015) mengkonfirmasi temuan itu.
Berdasarkan data hasil uji kompetensi awal (UKA) guru sebelum mendapatkan sertifikat profesional guru, maka diperoleh gambaran bahwa nilai rata-rata nasional adalah 53.05 untuk skala nilai 0-100. Artinya, nilai rata-rata nasional tingkat kompetensi guru masih rendah, hanya separuh dari angka ideal.
Selain krisis tenaga pendidik (guru), kerapuhan sistem pendidikan nasional disebabkan belum mapannya sistem kurikulum nasional. Perombakan kurikulum yang selalu terjadi pada setiap pergantian rezim menyebabkan penyelenggaraan pendidikan nasional tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
Saat ini, pendidikan nasional mengalami kegamangan dan ketidaksiapan melaksanakan perbaikan dan pembaharuan kurikulum, sehingga berdampak kepada perdebatan dan kontroversi yang berkepanjangan. Mutu lulusan pendidikan pun menjadi rendah, belum mampu bersaing dengan negara lain. Mereka yang lulus dengan pengetahuan dan keterampilan terbatas selanjutnya tak bisa tertampung dalam dunia kerja.
Dalam konteks global, lemahnya lembaga pendidikan nasional berdampak pada lemahnya daya saing SDM kita di pasar global, sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga kerja yang tak terampil ke mancanegara.
Pemerintahan Jokowi yang telah berlangsung sejak Oktober 2014, sejauh ini belum mampu membangkitkan mutu pendidikan nasional. Pendidikan Nasional masih jalan di tempat, belum terlihat terobosan kebijakan yang nampak nyata perbaikannya.
Pemerintah masih sibuk dengan perubahan-perubahan yang bersifat minor, belum menyentuh perubahan yang mendasar, yaitu arah pendidikan nasional (kurikulum) , kecukupan jumlah dan kemampuan guru, serta kelayakan infrastruktur (sarana/prasarana pendidikan).
Kementerian Pendidikan & Kebudayaan yang bertanggung jawab terhadap kemajuan pendidikan nasional sejauh ini masih bersibuk diri terhadap issue-issue seputar pembelajaran (merdeka belajar, kampus merdeka), penggantian format UN, format zonasi sekolah dalam PPDB, yang semuanya bukan merupakan solusi yang substantif.
Musibah Covid-19 yang kemudian memaksa adanya penerapan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), malah menyingkap lebih serius lagi, betapa belum siapnya pendidikan kita menghadapi era digital.
Partai Keadilan Sejahtera, sejak lahirnya telah menempatkan posisi dan peran strategis Pendidikan sebagai pintu gerbang menuju peradaban. Sebagai entitas politik yang berjuang membangun peradaban, PKS telah menetapkan Visi Pendidikannya, sebagaimana yang termaktub dalam Platform Pembangunan PKS: “Menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan.
Membangun sistem pendidikan nasional yang efektif dan bermutu dalam lingkungan belajar yang kondusif untuk melahirkan peserta didik yang cerdas, taqwa, mandiri dan memiliki daya saing tinggi, siap membela harkat/martabat agama, bangsa dan negara”. Pendidikan Nasional yang divisikan oleh PKS adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai yang sesuai dengan ideologi Pancasila dan pilar-pilar kebangsaan.
Bagi Partai Keadilan Sejahtera Pendidikan harus diselenggarakan melalui serangkaian proses terencana dan teratur, diakukan secara sistematis untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia secara menyeluruh (holistik). Pendidikan menjadi sokoguru bagi pembangunan akhlaq dan budaya bangsa.
Pembangunan pendidikan nasional yang komprehensif dan integratif meliputi pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan Nasional harus mampu menyiapkan anugerah melimpahnya jumlah penduduk usia produktif di era 2020-2030 (bonus demografi), dengan arah kebijakan pendidikan yang memastikan kemampuan, keterampilan, kreativitas, inovasi dan kemandirian mereka.
Pendidikan harus didesain sejak dini, agar setiap penduduk usia sekolah mendapatkan akses, dan kemudahan mendapatkan pendidikan. PKS bersama seluruh elemen bangsa bertekad untuk terus memperjuangkan perbaikan dan pembangunan pendidikan nasional yang lebih baik dengan arah kebijakan yang tepat, benar dan berkelanjutan. Selamat Hari Pendidikan Nasional !