Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Stimulus Ratusan Triliun Tak Terlihat Dalam APBN-P 2020, Pemerintah Harus Terbuka

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (23/04) — Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam mendesak pemerintah untuk lebih terbuka terkait Perubahan APBN 2020.

“Kita ingin kejelasan alokasi anggaran untuk pencegahan meluasnya wabah dan dukungan atas dampak ekonomi yang dihadapi rakyat kecil. Dimana posisi anggaran Rp405,1 triliun yang diumumkan pemerintah. Kita tidak mendapat informasi yang cukup dalam Perpres 54 tentang Perubahan APBN 2020. Informasi yang terkandung didalamnya sangat terbatas. Ini jauh berbeda dibandingkan muatan dalam UU APBN Perubahan biasanya yang jauh lebih transparan dan jelas”, paparnya merespon perkembangan.

Anggota Komis XI DPR ini mempertanyakan paket stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah pada 31 Maret 2020 yang tidak terlihat dalam Perpres 54 tentang Perubahan APBN 2020. Paket stimulus yang dijanjikan sebesar Rp405,1 triliun untuk sektor kesehatan Rp75 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, insentif perpajakan Rp70,1 triliun, dan bantuan kepada dunia usaha Rp150 triliun. Dari data Perubahan APBN 2020, anggaran belanja negara hanya naik Rp73,4 triliun saja. Dengan perincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat (BPP) naik Rp167,6 triliun, dan anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp94,2 triliun.

“Meskipun belanja pemerintah pusat naik, tetapi anggaran beberapa kementerian terkait malah turun dan ada yang hanya naik sedikit. Misalnya anggaran Kementerian Sosial turun dari Rp62,8 triliun menjadi Rp60,7 triliun. Ini menjadi pertanyaan publik dimana ditaruhnya tambahan untuk perlindungan sosial yang Rp110 triliun yang telah diumumkan?”, tandasnya.

Demikian juga Anggaran belanja Kementerian Kesehatan hanya naik Rp19,1 triliun, dari Rp57,4 triliun menjadi Rp76,5 triliun. Sedangkan menurut paket stimulus, sektor kesehatan dapat anggaran tambahan Rp75 triliun.

“Kalau begitu, sisanya Rp55,9 triliun ditaruh dimana? Publik bertanya dimana tambahan untuk sektor kesehatan Rp75 triliun? Anggaran terkait kesehatan ini harus jelas. Sehingga tidak boleh ada kekurangan fasilitas dan alat kesehatan seperti masker, alat pelindung diri, ventilator dan lainnya dilapangan”, imbuhnya.

Ecky kecewa atas kurang terbukanya informasi Perubahan APBN 2020 sehingga anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun tidak terlihat oleh publik. Bahkan yang terlihat mencolok terkait defisit anggaran yang melonjak Rp545,7 triliun, dari defisit Rp307,2 triliun menjadi defisit Rp852,9 triliun. Tetapi lonjakan defisit tersebut dominan untuk mengkompensasi penerimaan negara yang turun Rp472,3 triliun, dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,9 triliun. Sedangkan anggaran belanja hanya naik Rp73,4 triliun. Memang ada kenaikan signifikan pada pos Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp 240 triliun, tetapi ini juga tidak dijelaskan lebih detail untuk apa. Karena dalam rekening ini juga terkait pembayaran bunga utang yang juga pasti akan melonjak dengan tambahan pembiayaan yang melonjak.

“Karena tidak transparan informasi dalam Perubahan APBN 2020, sehingga yang ditangkap publik, tambahan defisit Rp545,7 triliun karena turunnya penerimaan negara Rp472,3 triliun ditambah tambahan anggaran belanja yang hanya Rp73,4 triliun,” pungkasnya.

Dengan begitu, lanjut Ecky, yang terlihat kenaikan defisit menjadi Rp852,9 triliun bukan karena stimulus untuk penanganan pandemi Covid-19. Tetapi sebagian besar untuk mengkompensasi penerimaan negara terutama pajak yang turun.

“Jadi Perubahan APBN 2020 tidak terlihat untuk kepentingan penanganan wabah. Itu yang mudah tertangkap publik. Karena informasi yang terbatas dari Perubahan APBN 2020. Kita mendesak agar pemerintah lebih terbuka”, tutup Ecky.