Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Aleg PKS Nilai Perpres No. 54 Tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 Bermasalah

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (20/04) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Hidayatullah berpandangan bahwa konstitusionalitas Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020 bermasalah.

“Dalam kondisi krisis berat seperti apapun belum ada preseden pemerintahan kita sebelumnya yang gunakan Perpres untuk Perubahan APBN. Ini baru pertama terjadi dalam sejarah kita, Perubahan APBN hanya diatur dalam Perpres. Ini meyalahi tradisi dan konstitusi bernegara kita. Berbagai negara juga sama, kebijakan fiskal atau belanja negara sebesar apapun untuk menghadapi Pandemi Covid-19 ini, pihak eksekutif selalu melibatkan parlemen”, jelasnya menanggapi perkembangan yang ada.

Legislator asal Sumatera Utara ini juga menekankan bahwa di dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, masalah APBN telah diatur dengan sangat rinci dan jelas serta tercantum pada Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, tentang Hal Keuangan Pasal 23. Pasal 23 terdiri dari tiga ayat, yaitu: (1) APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD; (3) Apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu.

“Penetapan Perubahan APBN dengan Peraturan Presiden (Perpres) jelas bertentangan dengan Pasal 23 UUD NRI 1945. Ini tidak sesuai dengan pasal tersebut. Paling tidak harusnya Perubahan APBN, kalaupun sangat-sangat terpaksa pemerintah bisa gunakan peraturan perundang-undangan sederajat seperti Perppu. Kalau Perpres tidak sepadan dengan yang dimaksud UUD NRI 1945”, tegasnya.

Hidayatullah menilai kalau Perubahan APBN ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan sederajat atau Perppu maka Presiden akan tetap melibatkan DPR dengan pertimbangan DPD untuk melakukan pembahasan Perubahan APBN tersebut. Meski proses pembahasannya terbatas, pilihannya menolak atau menerima Perppu tersebut.

Menurutnya, seluruh Presiden Republik Indonesia selama memimpin pemerintahan sejak Presiden Soekarno (di akhir Orde Lama), kemudian Presiden Suharto (selama masa Orde Baru), Presiden BJ. Habibie (di akhir Orde Baru), juga Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati, serta Presiden SBY, selalu menetapkan APBN setiap tahun dengan Undang-undang atau peraturan perundang-undangan sederajat (Perppu), sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 23 UUD NRI Tahun 1945. Bahkan ketika Indonesia menghadapi krisis yang sangat berat.

Akibat penggunaan perpres yang menyebabkan hilangnya eksistensi lembaga perwakilan rakyat, akan mendorong rakyat turun ke jalan

“Negara kita dari awal berdiri sampai sekarang sudah pernah melewati berbagai krisis dan masalah yang berat. Tetapi para pemimpin kita sebelumnya selalu menjaga proses APBN tetap sesuai konstitusi. Hari ini kita menghadapi kenyataan yang buruk ketika Perubahan APBN hanya diatur dalam Perpres. Penghormatan antar lembaga negara juga menjadi meredup. Ini mengkhawatirkan,”pungkasnya.