
Jakarta – (15/2) Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyoroti sumber dana pendidikan yang didapat pemerintah daerah. Menurut Ledia, pihak Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) harus bisa memberikan pemahaman kepada pemda agar tidak bergantung kepada dana dari pemerintah pusat.
“Saya mau ngasih PR ke Pak Erlangga (Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud), harus banyak ngobrol sama pemda. Kenapa? Karena alokasi 20 persen jangan ngandelin dari pusat,” ujar Ledia dalam diskusi Polemik ‘Skema Dana Bos, Kenapa Diubah?’ di Ibis Tamarin, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (15/2/2020).
Ledia menyebut semua pemda harus berupaya sendiri untuk memenuhi 20 persen dana pendidikan. Dengan demikian, dia meyakini akan muncul kemandirian dari setiap pemda.
“Harus ada banyak dari daerah sendiri, sehingga nanti kalau dijumlah dari 20 persen karena alokasi dari daerah sendiri, mereka memang kuat,” ucap Ledia.
Tidak hanya terkait dana pendidikan, Ledia juga meminta Kemendikbud memperhatikan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) untuk guru honorer. Menurutnya, saat ini banyak daerah yang tidak mau mengeluarkan NUPTK.
“Kedua, perlu ngobrol soal NUPTK karena banyak daerah yang tidak mau mengeluarkan NUPTK itu. Karena takut harus bertanggung jawab ngasih honor, tunjangan. Karena ketidaksiapan,” tuturnya.
Selain itu, Kemendikbud diminta memperhatikan sukarelawan di sekolah luar biasa (SLB). Menurut anggota DPR dari Fraksi PKS itu, kesejahteraan mereka menjadi tugas yang perlu diselesaikan.
“Terakhir, kita tidak membicarakan tentang sukwan, sukarelawan di SLB, mereka bukan honorer lagi, tapi sukarelawan. Padahal mereka harus mendampingi anak-anak penyandang disabilitas. Itu PR kita,” kata Ledia.
“Masalah neraca pendidikan daerah atau NPD itu bisa dilihat berapa partisipasi APBD daerah. Dalam APBD apakah mencapai 20 persen atau tidak. Barangkali mungkin hampir tidak ada daerah, hanya DKI Jakarta yang melebihi 20 persen,” kata Erlangga. (detik.com)