
Jakarta (07/02) — Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin, Ak., menyambut baik terbentuknya Holding BUMN Farmasi dengan PT Bio Farma (Persero) ditetapkan sebagai induk, sementara PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) menjadi anak usaha dari holding.
Menurut Amin, pembentukan holding BUMN farmasi ini untuk memperkuat kemandirian industri farmasi nasional, meningkatkan ketersediaan produk melalui inovasi bersama untuk mendukung ekosistem farmasi di masa yang akan datang.
“Ketergantungan pada obat-obatan impor sudah saatnya dihentikan. Indonesia kaya dengan sumber daya alam yang bisa dijadikan bahan baku obat. Masa bikin vaksin DBD aja kita nggak mampu,” kata Amin.
Menurut Amin, ada dua faktor kunci agar holding BUMN Farmasi betul-betul berkontribusi besar bagi dunia farmasi nasional. Pertama, lemahnya tata kelola perusahaan (GCG) yang benar-benar diterapkan dalam mengelola BUMN. Karena bagaimana pun, masalah tata kelola ini berdampak pada kinerja perusahaan.
Kedua, kemampuan riset obat-obatan dan pengembangannya, baik dari hulu (bahan baku) hingga ke hilir (industri). Tingginya ketergantungan pada obat-obatan impor, di mana 90% obat di Indonesia di impor dari luar, itu disebabkan lemahnya kemampuan riset dan pengembangan farmasi kita.
“BUMN hasil holding, harus menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan perguruan tinggi dalam memperkuat riset di bidand farmasi. Kalau kita ingin daya saing kita kuat, inovasi harus diperkuat. Lihat saja Korea Selatan yang maju ekonominya karena riset dan inovasinya kuat,” ujar Amin.
Menurut Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu, Holding BUMN Farmasi harus membangun pusat-pusat riset pengembangan obat-obatan. Sehingga industry farmasi kita bisa berkembang pesat karena didukung riset dan inovasi yang kuat.
“Jangan kalah sama swasta, yang saya tahu Kalbe Farma saja punya tujuh fasilitas riset. Masa BUMN yang punya segalanya, kemampuan risetnya lemah,” pungkasnya.