
Jakarta (15/01) — Dalam rapat dengar pendapat dengan komisi 2 (15/1), DKPP menyampaikan pada Tahun 2019 menangani 331 perkara, dari perkara yang ditangani pada Tahun 2019, DKPP telah memutus 255 perkara dengan 1.093 teradu. Sedangkan 76 perkara masih proses pemeriksaan hingga tahun 2020.
Putusan DKPP pada tahun 2019 telah merehabilitasi 648 Teradu atau 57,7%. Sisanya dijatuhi sanksi Peringatan/Teguran sebanyak 387 Teradu, Pemberhentian Tetap 43 Teradu, Pemberhentian dari Jabatan Ketua 12 Teradu, dan Pemberhentian Sementara 3 Teradu.
Anggota DPR RI Surahman Hidayat melihat kondisi ini sangat memprihatinkan, karena dari kasus yang sudah diputus, 43% dijatuhi sanksi mulai peringatan sampai dengan pemberhentian.
“Ini memperlihatkan rendahnya integritas dan kredibilitas lembaga KPU, ditambah dengan banyaknya komisioner KPU Pusat sampai dengan daerah yang terjerat kasus korupsi. Perlu langkah perbaikan mendasar atas kondisi tersebut” ujar Surahman Hidayat.
Diperlukan revisi Undang-Undang Pemilu, Surahman Hidayat mengusulkan ke depan KPU berasal dari perwakilan partai politik peserta pemilu saja, sebagaimana pemilu tahun 1999 yang terbukti hasilnya bagus yang pertama pasca reformasi.
“Karena independensi KPU yang dipilih pun dipertanyakan, apalagi banyak eks KPU yang menjadi kader bahkan petinggi partai politik setelah tidak menjabat lagi. Ini sangat memungkinkan karena jumlah partai politik peserta Pemilu sudah sangat berkurang tidak seperti Pemilu Tahun 1999”, pungkasnya.
Lebih lanjut Surahman Hidayat mengusulkan partai peserta pemilu memilih perwakilannya untuk menjadi anggota KPU, yang berasal dari kalangan akademisi ataupun praktisi yang dianggap mempunyai kapasitas dan integritas dalam menyelenggarakan pemilu yang murah, sederhana dan demokratis.
“KPU RI hanya perwakilan partai politik yang memiliki kursi DPR RI, sedangkan KPU Provinsi perwakilan partai politik yang memiliki kursi DPRD Provinsi, begitupun dengan KPU Kabupaten/Kota.
Jumlah anggota KPU yang semakin banyak tidak menjadi soal, sebab tidak perlu mendapatkan fasilitas yang sama dengan yang sekarang, sehingga tidak membebani anggaran negara. Di tingkat PPK, sampai tingkat KPPS dilakukan hal yang sama. KPPS nantinya tidak hanya sebagai penyelenggara pemilu, tapi juga sebagai saksi partai politik. Ini bisa mengurangi biaya politik peserta pemilu, karena tidak lagi harus pusing menyiapkan biaya saksi”, ungkap Surahman.
Surahman Hidayat menilai KPU sebagai penyelenggara pemilu bukan wasit, yang bertindak sebagai wasit adalah Bawaslu, jadi KPU berasal dari perwakilan partai politik sebuah hal yang wajar.