
Jakarta (15/12) — Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pengawasan dan mengevaluasi jam terbang pilot disemua maskapai.
Hal itu disampaikan Sigit, menyusul terjadinya insiden hampir bertabrakannya dua pesawat Garuda di Bandara Soetta, Kamis (12/12/2019) lalu, yang diduga terjadi akibat faktor kelelahan pilot sehingga tidak bisa menerima informasi dengan baik.
“Jika benar dugaan bahwa insiden ini terjadi akibat faktor kelelahan pilot karena dipaksa kerja overtime, kami sangat menyesalkan. Kemenhub harus segera mengevaluasi jam terbang pilot dan awak kabin semua maskapai. Jangan sampai keselamatan penerbangan dikesampingkan karena mengejar bisnis,” kata Sigit.
Indonesia sendiri telah menerapkan pembatasan jam terbang dan persyaratan waktu istirahat untuk penerbang/pilot melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. 28 Tahun 2013 (Permen 28/2013).
Dalam Permen 28/2013, diatur secara rinci mengenai pembatasan jam terbang untuk setiap jenis penerbangan. Operator dapat menjadwalkan jam terbang selama sembilan jam atau kurang selama 24 jam berturut-turut tanpa waktu istirahat selama sembilan jam tersebut. Namun, operator tidak dapat menjadwalkan penerbang / pilot untuk, dan penerbang / pilot tidak boleh, menerima tugas jika jumlah jam terbang dalam penerbangan telah mencapai (maksimum) yaitu 1050 jam dalam tahun kalender; atau 110 jam dalam bulan kalender atau 30 jam dalam 7 hari yang berurutan.
“Aturannya sudah tegas melarang pilot dipekerjakan lebih dari 9 jam/hari atau 30jam/minggu. Jika ini dilanggar, sanksi harus diberikan sesuai aturan,” kata Sigit.
Menurut Sigit, aturan mengenai jam terbang pilot harus ditaati demi keselamatan penerbangan. Pengaturan mengenai jam terbang ini memang dibutuhkan dan merupakan hal yang utama sebagai upaya menjaga keselamatan penerbangan serta meminimalisir human error yang mungkin terjadi.
“Pilot dituntut untuk senantiasa alert terhadap semua kemungkinan risiko yang ada yang dapat mempengaruhi keselamatan penerbangan bukanlah pekerjaan mudah. Karena itu, pentingnya keadaan pilot yang bebas dari fatigue atau kelelahan untuk memastikan keselamatan penerbangan dan meminimalisir human error.” kata Sigit.
Seperti diketahui, Kamis (12/12/2019) lalu, Pesawat Garuda Indonesia hampir bertabrakan dengan pesawat Bombardir.
Berdasarkan data Airnav kejadian tersebut terjadi karena pilot Garuda tidak menerima dengan baik informasi dari ATC. Seharusnya pesawat Garuda melewati taxiway NC4 dan NP1.Namun pesawat Garuda tersebut, lewat NC4 dan “NP2”.
Sementara ada pesawat Bombardir , yg sedang taxiout dari NC3 ke “NP2” . Sehingga pesawat garuda bertemu dengan pesawat Bombardir yang sedang berada di “NP2”.