
Jakarta (13/12) — Anggota DPR Komisi IV, Andi Akmal Pasluddin menilai bahwa benih lobster yang akan dibuka kran ekspornya hanya karena motif keuntungan jangka pendek saja. Alasan Menteri KKP terlalu sederhana dengan pertimbangan harga benih lobster di vietnam sebesar Rp 139.000 per benih. Kebijakan ini mesti ada kajian lebih dalam sebelum diresmikan dengan berbagai analisa dampak jangka panjang.
Politisi PKS ini mengusulkan, solusi esensial yang belum kita lakukan adalah meningkatkan kemampuan pembudidaya lobster dalam skala industri.
“Lobster yang hidup di alam dari seribu ekor benih, hanya seratus ekor yang membesar. Seharusnya bila dibudidayakan dengan cermat, akan mampu membesar hingga 700 ekor dari per 1000 ekor benih yang di tanam”, ungkap Akmal.
Persoalan lain, lanjut Akmal, hingga saat ini, negara kita belum mampu menyelesaikan persoalan benih lobster yang di selundupkan. Misal Vietnam, membeli benih dari Singapura. Ternyata benih lobster itu dari Indonesia. Dan saat ini, ekspor benih lobster masih terlarang. Ini artinya marak sekali penyelundup benih Lobster yang merugikan negara kita.
“Yang terakhir yang saat ini masih belum terpecahkan oleh negara kita terkait lobster adalah pengembangan teknologi hatchery lobster sehingga mengurangi ketergantungan benih dari alam. Benih Lobster saat ini masih sangat tergantung dari benih alam”, urainya.
Saat bersamaan, Akmal menambahkan, kita masih kewalahan pada upaya pencegahan kerusakan lingkungan. Ketika Lingkungan laut terganggu, maka produksi benih lobster di alam akan menurun drastis.
“Sebaiknya Menteri KKP jangan tergesa-gesa hanya tergoda keuntungan besar dari penjualan bibit lobster yang dijual ke luar negeri. Esensi mendasarnya adalah persoalan tata niaga terlebih dahulu, mengapa dari dulu hingga sekarang terlalu panjang rantainya, sehingga kita seolah terkaget-kaget, harga di end user besar sekali berpuluh kali lipat dibanding sumber asalnya”, ucap Akmal.
Legislator Sulawesi Selatan II ini meminta, pemerintah tidak boleh serampangan membuat keputusan membuka kembali kran impor benih lobster. Solusi bagi para nelayan dengan mencoba alih profesi penangkap lobster menjadi penangkap ikan merupakan trobosan yang baik. Namun saat ini, baik pemerintah maupun nelayan sama-sama tergoda pada persoalan keuntungan menangkap lobster yang jauh lebih besar dan instan.
“Saya mengingatkan kepada pemerintah, bila sekali dibuka kran ekspor benur lobster, godaan pembukaan eksplorasi perburuan benih lobster akan meningkat tajam. Ini sangat mengkahwatirkan kerusakan terumbu karang dan berbagai kerusakan dampak lingkungan lainnya”, ucap Akmal.
Ia menambahkan, bahwa solusi terkait lobster ini sedikit kompleks ketika dihadapkan pada persoalan antara penjagaan populasi lobster yang mendekati langka sehingga akan bergesekan dengan isu lingkungan, juga realita akan kebutuhan ekonomi masyarakat nelayan yang masih sangat ditopang oleh komoditas ini, sehingga menyebabkan ekploitasi terhadap komoditas lobster. Solusi yang mesti di pecahkan adalah pemerintah dan para peneliti perlu menemukan sebuah pola tepat untuk pembiakkan atau memijahkan lobster secara buatan sehingga ketergantungan akan benih dari alam menjadi berkurang.
“Program pemberdayaan nelayan serta insentif sesuai amanah undang-undang 7 tahun 2016 harus diberikan agar masyarakat dapat mengurangi tekanan penangkapan lobster di alam. Ini akan memberi solusi jangka panjang dan perlu kreatifitas dibandingkan ambil kebijakan mudah, singkat penuh risiko dengan membuka kran impor benih lobster”, jelas Politisi PKS ini.