
Jakarta (06/12) — Di tengah pembangunan infrastruktur yang bergemuruh di Indonesia, Bank Dunia melalui laporannya yang berjudul Infrastructure Sector Assessment Program yang dirilis pada Juni 2018 menyebutkan bahwa proyek infrastruktur di Indonesia kualitasnya rendah, tidak memiliki kesiapan, tidak terencana secara matang dan tidak ada koordinasi diantara stake holder yang mengurus infrastruktur itu.
Dalam laporan tersebut disebutkan juga bahwa Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) kurang memiliki dana yang mencukupi untuk pembebasan lahan. LMAN adalah satuan kerja non eselon di lingkungan Kementerian Keuangan yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU. LMAN bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Sementara berdasarkan laporan yang diberikan LMAN kepada komisi XI DPR RI, pada tahun 2017 LMAN menyiapkan anggaran pembebasan lahan sebesar 16 Trilyun dengan alokasi peruntukan sebesar 13,3 Trilyun untuk jalan tol, 3,8 Trilyun untuk infrastruktur kereta api, 2,4 Trilyun untuk bendungan, 500 Milyar untuk pelabuhan, dan ditambahkan 25,3 Trilyun untuk pembebasan jalan tol.
Laporan Bank Dunia dan ketersediaan dana yang dimiliki LMAN dipertanyakan anggota komisi XI DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera, Anis Byarwati dalam rapat dengar pendapat komisi XI DPR RI dengan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan Sarana Multigriya Finansial (SMF).
Dengan dana yang sebesar itu, lanjut Anis, ternyata LMAN tidak bisa membebaskan lahan karena dana kas tidak cukup, sehingga pemerintah akhirnya membuka peluang bagi swasta dan BUMN untuk membeli terlebih dahulu proyek tanah infrastruktur dan Proyek Strategis Nasional (PSN), kemudian baru pemerintah melunasinya melalui LMAN.
“Tetapi bank dunia menilai bahwa pemerintah tidak memberikan informasi yang berkaitan dengan prosedur hal itu secara gamblang, waktu pembayarannya tidak dijelaskan, prosedurnya tidak dijelaskan. Masih menurut penilaian bank dunia, proses perjalanan dana di LMAN disarankan untuk bisa dilacak dengan cepat dan pemerintah juga harus memperoleh layanan infrastruktur sebelum final closing projek. Jadi catatannya adalah sering kekurangan dan kehabisan dana. Bagaimana ini bisa terjadi ?,” tanya Anis.
Selain itu, anggota DPR dari dapil Jakarta Timur ini mempertanyakan wacana pemindahan ibukota yang telah disampaikan pemerintah. Bersamaan dengan rencana pemindahan ibukota tersebut, bergulir rencana pemerintah untuk menyewakan lahan dan aset-aset lain kepada pihak swasta yang akan menjadi salah satu instrument pembiayaan pemindahan ibukota. Termasuk wacana tukar guling aset-aset Negara.
“Apakah LMAN sudah membuat analisis dan kajian yang mendalam terkait optimalisasi aset-aset negara di beberapa kawasan ibukota tersebut. Apakah sudah diperhitungkan pemindahan ibukota ini dan sisi pemindahan asset-asetnya ?”, tanya Anis dengan tegas.
Selanjutnya Anis mempertanyakan alasan penurunan jumlah anggaran untuk LMAN di tahun 2020 yang berjumlah 10,5 trilyun sementara pada tahun 2019 tercatat 22 trilyun.
“Apakah penurunan anggaran ini disebabkan kinerja LMAN? Bagaimana kinerja LMAN akan meningkat jika anggaran dipotong sampai setengah lebih?,” tanyanya kembali.
Adapun kepada PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Anis memberikan apresiasinya. Ia menilai tugas yang diemban dan dilakukan oleh PT SMF merupakan tugas mulia dengan menyediakan perumahan bagi rakyat dan pengadaan 1 juta rumah. Kementeria Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat hingga Agustus 2019 realisasi pembangunan rumah senilai 808.000 unit dari target sebanyak 1,25 juta unit hunian.
“Dengan catatan beberapa kendala regulasi di bidang pertanahan ataupun kualitas bangunan rumah murah, kadang karena murah akhirnya kualitasnya juga kurang, hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk SMF,” ungkap Anis.
Anis menyampaikan harapannya agar ke depan SMF dapat menyediakan rumah murah bagi masyarakat dengan kualitas yang memadai dan bagus. Sehingga penyediaan rumah murah ini bukan hanya mengejar target kuantitas akan tetapi juga memperhatikan kualitas serta kemudahan-kemudahan lain untuk mendapatkannya.
Di akhir pertanyaannya, dosen ekonomi Islam ini mengapresiasi SMF yang memberdayakan bank syariah untuk penyaluran kredit perumahan. Menurutnya dengan pemberdayaan yang diberikan kepada bank syariah menjadikannya memiliki peran untuk bisa melakukan pembiayaan-pembiayaan perumahan untuk rakyat ini. Apalagi SMF menyediakan pendampingannya.
“Bagaimana progres dan perkembangan bank syariah sebagai mitra dari SMF dalam menyalurkan kredit pembiayaan rumah untuk rakyat? Bagaimana progres dan kendala yang dihadapi?” tuturnya menutup pertanyaan.