
Jakarta, (26/11) — Ditunjuknya Basuki Tjahaya Purnama atau kerap disapa Ahok sebagai komisaris utama Pertamina mendapat tanggapan dari anggota komisi VI DPR, Nevi Zuairina.
Banyak kalangan yang tidak setuju dengan keputusan penunjukan ini dengan berbagai alasan mulai dari latar belakang kasus yang dialami, track record dalam profesionalisme kerja hingga isyu politik yang melatar belakangi.
Namun Politisi PKS ini menyarankan kepada pemerintah dan semua stakeholder agar memberi kesempatan kepada Ahok bekerja selama 100 hari, apakah ia berprestasi, standard saja atau malah bikin rusuh, hingga semua dapat menilai secara fair apakah yang bersangkutan dipertahankan atau diminta mundur.
Legislator Sumatera Barat II ini mengatakan, bahwa industri migas Indonesia, pada tahun delapan puluhan pernah mengalami puncak kejayaannya yang dikelola oleh perusahaan pemerintah yakni Pertamina. Sekitar dua puluh tahun setelah kemerdekaan, tepatnya sekitar tahun 1965, kebanggan Indonesia di sektor migas sangat membanggakan dengan masuknya Indonesia sejajar dengan negara pengekspor minyak dunia yang tergabung dalam wadah OPEC seperti Arab Saudi dan Qatar. Namun pada tahun 2005, Indonesia seperti mengalami pembalikan arus sejarah industri minyak bumi dari eksportir menjadi net importir yang membuat Indonesia keluar dari organisasi bergengsi OPEC.
“Kita beri kesempatan pada Ahok untuk bekerja 100 hari untuk merealisasikan visinya membangun Pertamina seperti Petronas Malaysia. Petronas ini kan tahun 1974 baru berdiri dan langsung berguru dengan kita. Namun setelah 33 tahun tepatnya tahun 2007, petronas meninggalkan posisi Indonesia ke nomor 17 dunia, sedangkan Indonesia pada posisi 30 versi Petroleum Intelligent Weekly”, kutip Nevi
Posisi Indonesia yang semakin lemah dari tahun ke tahun pada cadangan minyak yang dimiliki negara ini, kata Nevi, akan menjadi tantang sangat berat bagi Ahok untuk membuktikan kemampuannya dalam mewujudkan perbaikan perusahaan plat merah tersebut. Bukti yang paling nyata adalah, seberapa mampu pertamina nantinya akan menekan angka Impor Minyak.
Pada tahun lalu, tahun 2018, Menteri ESDM menyatakan cadangan minyak nasional sudah kalah jauh di banding Malaysia dan Vietnam.
“Saya kira semua penduduk Indonesia berharap suplay energi yang menunjang kehidupan sehari-hari dapat tersedia dengan harga terjangkau. Energi terbarukan seperti Biodiesel yang digadang-gadang menjadi andalan untuk menekan angka impor minyak mesti mampu di realisasikan. Ini kesempatan tidak akan datang dua kali buat Pak Ahok untuk membuktikan kemampuan menjadi Komisaris Utama Pertamina. Ketika perubahan itu ada, masyarakat akan dapat menerima, namun bila malah semakin buruk citra pertamina, sebaiknya langkah mundur adalah yang tepat dilakukan”, tutup Nevi Zuairina.