
Bogor (25/11) — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Hidayat Nur Wahid mengapresiasi kinerja Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perhubungan dalam melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1440H/2019M.
Namun, Hidayat secara khusus menyoroti masalah fundamental dalam pelaksanaan ibadah haji, yakni lamanya masa tunggu dan antrean calon jama’ah Haji.
Hidayat juga menyampaikan, aspirasi calon jemaah haji, untuk mengatasi masalah panjangnya daftar tunggu ini.
“Saya meminta Kementerian Agama memiliki keseriusan membuat terobosan & inovasi untuk jadi solusi mengurangi masa tunggu calon jama’ah haji yang mencapai puluhan tahun”, ungkap Hidayat Nur Wahid dalam Rapat Konsinyering Komisi VIII terkait evaluasi pelaksanaan ibadah haji di Villa DPR, Bogor (25/11).
Hidayat menjelaskan, payung hukum mengenai penentuan kuota jamaah haji tiap negara adalah KTT OKI tahun 1987, dimana ditentukan kuota jama’ah haji adalah menggunakan rasio 1/1000.
Belum lagi lanjut HNW, pada tahun 2013 hingga tahun 2016, Pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota jamaah haji sebesar 20%, terkait dengan proyek renovasi Masjidil Haram, atau sejumlah 42.000 per tahun, bagi calon jama’ah haji Indonesia. Namun kuota yang hilang selama proses renovasi tersebut belum dikembalikan.
Padahal pembangunan dan perluasan kawasan thowaf sudah selesai. Karenanya penting bagi Pemerintah Indonesia untuk menagih janji pengembalian kuota yg dipangkas tersebut.
Dengan semakin meningkatnya penduduk Indonesia, peraturan rasio 1/1000 yang ditetapkan sejak 1987 sudah tidak relevan. Meningkatnya permintaan haji dalam kondisi kuota haji yang tidak berubah menyebabkan waktu tunggu calon jamaah haji semakin panjang.
Di Sulawesi Selatan masa tunggu haji sudah mencapai 40 tahun, di Sumatera sekitar 25 tahun, di DKI Jakarta 20 tahun. Untuk itu, Hidayat menawarkan beberapa solusi.
“Agar Pemerintah Indonesia mengusulkan kembali kepada OKI muntuk membahas ulang mengenai pembagian kuota, sebab payung hukumnya ada di sana. Jika payung hukumnya bisa kita ubah, maka ini akan membawa manfaat yang besar bagi calon jama’ah haji kita”, ujarnya.
Ada tiga opsi yang diusulkan oleh Hidayat. Opsi pertama adalah usul untuk meningkatkan rasio jama’ah haji terhadap jumlah penduduk, misalkan dari 1/1000 menjadi 1/500.
Jika itu tidak memungkinkan, maka opsi yang kedua adalah membuat kesepakatan di OKI agar Indonesia bisa mengambil kuota dari negara-negara yang kuota hajinya tidak terpakai. Contoh beberapa negara yang kuota hajinya tidak terpakai adalah negara-negara timur tengah karena berlangsungnya perang dan negara Filipina di ASEAN.
Jika kedua opsi tidak memungkinkan, maka opsi terakhir adalah Pemerintah Indonesia harus membangun komunikasi dan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN untuk menjalin kesepakatan agar kuota yang tidak dipakai oleh suatu negara bisa digunakan oleh jamaah haji Indonesia.
Jika kesepakatan di tingkat regional tidak bisa dibangun, maka setidaknya Pemerintah Indonesia membangun kesepakatan Bilateral dengan negara-negara yang selalu kelebihan kuota.
“Sudah seharusnya Pemerintah Indonesia memaksimalkan potensinya untuk melakukan negosiasi tersebut. Dibutuhkan keseriusan Pemerintah untuk memperjuangkan hal ini dalam rangka memperpendek masa tunggu calon jama’ah haji Indonesia”, tegasnya.
Seringkali penambahan kuota dibenturkan dengan sarana prasarana di Mina. Maka Hidayat juga sampaikan bahwa dari pihak Saudi sudah terlihat adanya upaya untuk hadirkan solusi masalah di Mina dengan membuat gedung2 bertingkat di sekitar lokasi pelemparan jumrah (yang juga sudah dibangun bertingkat), pihak Saudi juga sudah mewacanakan untuk membangun kemah bertingkat untuk mabit di Mina.
Usulan-usulan Hidayat terkait dengan solusi untuk memangkas daftar tunggu calon jemaah haji via OKI, disambut baik oleh pihak Kemenag, yang menyatakan akan segera komunikasikan masalah ini ke pihak OKI dan Saudi Arabia.
Usulan-usulan Hidayat tersebut juga menjadi keputusan yang disepakati dalam rapat kerja antara Kemenag, Kemenkes, dan Kemenhub bersama Komisi VIII DPR-RI.
Sebagaimana diketahui, Komisi VIII DPR-RI mengadakan rapat konsinyering dengan mitra dalam rangka melakukan evaluasi pelaksanaan haji 1440H/2019M pada Senin, (25/11).
Beberapa topik yang dibahas adalah laporan dan evaluasi pelaksanaan haji, keuangan, laporan kesehatan, dan laporan transportasi unt pelaksanaan haji.