Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Melonjaknya Kredit Macet, Harus Jadi Perhatian di Awal Pemerintahan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Wakil-Ketua-Fraksi-PKS-Ecky-Awal-Mucharam (sumber : dpr.go.id)

Jakarta (28/10) — Ekonomi nasional yang belum mampu tumbuh tinggi sejak 2015 berpengaruh signifikan terhadap perkembangan ekonomi sektoral, termasuk perbankan. Sampai dengan Agustus 2019, pertumbuhan kredit hanya 8,6% (yoy).

Angka tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK), yang mencapai 7,6% (yoy). Sementara itu rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) di atas 94%.

Ecky Awal Muharram, anggota Fraksi PKS DPR RI melihat perlambatan pertumbuhan kredit perbankan sejalan dengan kondisi ekonomi nasional.

“Sejak 2015-2019, ekonomi kita hanya tumbuh 5%-an, sehingga menyebabkan permintaan kredit melambat karena aktivitas sektor rill juga melambat. Sektor-sektor penyerapa kredit besar, seperti industri, justru tumbuh melambat dan peranannya pun terhadap pertumbuhan ekonomi menurun.” ucapnya.

Ecky menambahkan bahwa salah satu masalah nyata di sektor perbankan adalah kondisi likuiditas. Terlihat bahwa pertumbuhan kredit jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK.

“Implikasi dari hal itu adalah sulitnya menekan suku bunga hingga sampai pada level single digit. Saat permintaan kredit melambat dan suku bunga tetap tinggi, maka penurunan permintaan kredit akan semakin cepat” ungkap Ecky.

“Memang, secara umum indikator-indikator kesehatan perbankan nasional masih sangat baik. Misalnya, rasio kecukupan modal (CAR), hingga Return on Asset (RoA) cukup baik. Akan tetapi, ada beberapa indikator perbankan yang harus menjadi perhatian regulator seperti kredit macet (Non Performing Loan). Dari Juni hingga September 2019, NPL melonjak dari 2,5% menjadi 2,66%. Ini memberikan sinyal bahwa kondisi sektor rill melambat. Sehingga, kemampuan pemenuhan cicilan atas kredit cenderung menurun”, jelas Ecky.

Menurut Ecky penggunaan kredit, NPL tertinggi berada pada kredit modal kerja mencapai 3,27% pada Agustus 2019, sedangkan NPL kredit investasi dan konsumsi masing-masing 2,26% dan 1,79%.

“Jika dilihat, angka NPL masih di bawah level maksimal 5%, namun itu akan berpengaruh terhadap besaran dana yang harus disediakan bank untuk jaminan kerugian kredit. Saat kondisi likuiditas ketat, tambahan dana untuk cadangan kerugian kredit akan membebani bank, khususnya bank-bank menengah ke bawah. Akan tetapi, NPL pada beberapa lapangan usaha sudah cukup tinggi. Menurut data OJK (2019), NPL sektor perikanan pada Agustus 2018 mencapi 5,8%; bahkan sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum mencapai 6,06%.” tutup Ecky