Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Hadiri Forum Ilmiah Unpad dan BRIN, Diah: Riset dan Pengembangan EBT Perlu Dukungan Kebijakan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Bandung (06/08) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Diah Nurwitasari menegaskan bahwa Riset dan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan harus didukung Kebijakan.

Hal itu disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Unpad dan BRIN serta Perguruan tinggi lain yang tergabung dalam Pusat Kolaborasi Riset Biomassa dan Biorefineri di Hotel Puri Setiabudi, Rabu (03/08/2022).

Diah yang merupakan Anggota DPR RI Komisi VII menekankan pentingnya pengawalan terhadap Riset bidang energi agar dunia Pendidikan semakin maju dan kebutuhan energi yang murah untuk rakyat terpenuhi.

“Hal itu tidak bisa terlepas dari kebijakan pemerintah maupun DPR yang menentukan keberadaan dan anggaran riset. Diah yang merupakan lulusan Jerman Jurusan Teknik Rekayasa Pesawat Terbang menyampaikan pentingnya belajar dari kebijakan terdahulu. Proyek strategis nasional di PTDI bisa berhenti karena faktor kebijakan akibat tekanan IMF,” ungkapnya.

Akibatnya, kata Diah, 16.000 karyawan dirumahkan dan investasi 4.000 sumber daya manusia yang diberi beasiswa ke luar negeri tidak terserap dan lebih memilih menjadi diaspora ke luar negeri untuk bekerja di perusahaan pesawat asing.

“Pelajarannya proyek se-strategis produksi pesawat terbang saja bisa terhenti. Padahal dari segi kebutuhan Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau sangat cocok dikembangkan moda transportasi udara. Ini bukti bahwa Kebijakan itu sangat mempengaruhi sektor pembangunan. Secanggih-canggihnya riset, kalau kata kebijakan berhenti maka berhentilah,” tegas Diah.

Kemudian lanjutnya, riset-riset yang dilakukan perguruan tinggi maupun Lembaga riset harus berpijak pada kebutuhan ril. Kemanfaatan akan jelas dirasakan oleh masyarakat, industri dan negara.

“Jangan sampai berhenti saja di Lembaga riset tanpa ter-aplikasikan di masyarakat. Dipastikan hasil riset bermanfaat untuk banyak hal,” pungkasnya.

Berkolaborasi lah misalnya dengan pemda atau pemerintahan. Pemangku kebijakan, ujarnya, jangan sampai juga membuat kebijakan tanpa berdasar pada hasil riset.

“Saya sering menemukan suatu rangkain pembuatan undang-undang atau perda tanpa ada hasil kajian akademik” ujarnya.

Kemudian keberadaan dan aktivitas riset perlu mendapat dukungan. Termasuk dukungan kepada keberadaan BRIN yang banyak menaungi para peneliti.

“Masih ada pekerjaan rumah untuk menguatkan posisi BRIN yang kehadirannya masih seumur jagung agar punya kekuatan untuk mendukung riset. Peneliti yang perlu ada perlu mendapat perlindungan dan tetap bisa melakukan riset,” ujar Diah.

Diah menegaskan bahwa Indonesia mempunyai kekayaan Sumber daya alam termasuk potensi minyak dan gas bumi.

Namun sayang, kata Diah, 77 tahun merdeka Rakyat Indonesia belum menikmati sepenuhnya. Produk sumber daya alam kita baik migas maupun minerba diekspor dalam bentuk mentah.

“Kemudian kita impor lagi dalam produk jadi berupa BBM, Gas dan minerba dengan harga yang sudah jauh lebih tinggi. Sangat mengkhawatirkan kondisi kilang-kilang sudah tua dan tidak ada proses pengolahan,” tandas Diah.

Menurut Diah, hilirisasi minyak dan gas masih menjadi pekerjaan rumah kita. Termasuk kewajiban untuk pembangunan smelter bagi perusahan pertambangan minerba yang berinvestasi di Indonesia.

“Karena itu sudah perintah Undang-Undang No. 4 Tahun 2009. Proses exploitasi sumber daya alam yang sudah bertahun-tahun itu juga membuat cadangan sumber daya alam kita yang berbasis fosil sudah semakin menipis. Bentuk Energi Baru dan Terbarukan menjadi solusi saat ini,” ungkapnya.

Walau menjadi dilema tersendiri bagi kita, lanjut Diah, ketika produksi EBT harus dibeli oleh PLN dengan harga yang mahal kondisi PLN masih punya cadangan energi yang belum terserap.

Namun demikian Riset untuk menciptakan Energi Baru dan Terbarukan yang murah di Indonesia tetap diperlukan karena sudah merupakan suatu kebutuhan. Salah satunya dengan pemanfaatan Biomassa ini sebagai alternatif karena masih berlimpah keberadaanya di Indonesia.

Di era disrupsi ini Diah sangat mendukung langkah kolaborsi sebagaimana yang dilakukan Pusat Kolaborasi Riset Biomassa dan Biorefineri ini.

Dimana bergabung berbagai perguruan tinggi negeri seperti Unpad, ITB, Universitas Udayana dan perguruan tinggi lainya bersama BRIN melakukan kerjasama dalam riset energi hijau.

“Dukungan kebijakan untuk melakukan pengembangan yang bersifat kebijakan hijau sudah diakomodir oleh DPR dan pemerintah dengan terbitnya UU No 30 Tahun 2007 tentang energi dan Perpres No. 22 Tahun 2017 tentang Energi Baru Energi Terbarukan (RUEN),” tegasnya.

Selaras dengan yang disampaikan Diah, pihak BRIN yang diwakili oleh Prof Agus Haryono akan berupaya maksimal sesuai tupoksi dalam hal fasilitasi pendanaan riset.