Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Soroti Kelemahan RUU PKS, Anggota Baleg FPKS: Dimana Logika Agama dalam RUU ini ?

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (30/03) — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komnas Perempuan, Senin (29/03/2021).

Agenda tersebut dilaksanakan oleh Baleg DPR RI dalam rangka mendengar masukan dari Komnas Perempuan terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021.

Dalam kesempatan itu, Komnas Perempuan turut memberikan Naskah Akademik (NA) dan RUU PKS, yang dalam klaimnya, disusun oleh Jaringan Masyarakat Sipil dan Komnas Perempuan kepada para anggota Baleg yang hadir secara fisik.

Tak ayal, kejanggalan ini mengundang respons dari Anggota Baleg Fraksi PKS, Bukhori Yusuf.

Bukhori mengingatkan supaya Baleg DPR RI tidak kecolongan atas kewenangannya dalam merancang RUU ini.

Pasalnya, usulan RUU tersebut berasal dari Baleg DPR RI dimana, secara formil, sudah semestinya NA dan RUU tersebut menjadi domain Baleg DPR RI.

“Jangan diserahkan semuanya pada orang lain. Kredibilitas DPR bisa hilang, ada marwah Baleg dalam mendesain RUU ini,” tukasnya.

Anggota Komisi Pemberdayaan Perempuan ini juga mencermati kelemahan yang bersifat krusial terhadap pandangan sekaligus bahan yang disampaikan Komnas Perempuan terhadap RUU PKS ini.

Bukhori menyoroti logika agama yang tidak disertakan sebagai kerangka pikir dari RUU itu. Agama, jelas Anggota Komisi VIII ini, adalah basis filosofis yang paling memiliki kredibilitas dalam melihat urusan ini (kekerasan seksual).

“Sebab, di dalamnya ada pranata, logika yang dalam, rigid dan rinci. Sayangnya, dari pemaparan yang disampaikan, justru saya tidak mendengar logika yang dibangun dari nilai-nilai agama, yang menjadi landasan berpikir dalam mengonstruksikan RUU ini. Alhasil, kesannya jadi ambigu, atau seolah menghindari, jelasnya,” ujar Bukhori.

“Saya penasaran; kenapa tidak mau menggunakan logika agama? Contohnya dalam mendefinisikan kekerasan seksual, penjelasan dalam bahan ini terlalu luas dan tidak limitatif. Padahal, objek kekerasannya adalah sesuatu yang juga diatur oleh agama,” imbuhnya.

Lebih lanjut, di sisi lain Bukhori turut mengkritik pandangan Komnas Perempuan yang menyebutkan zina bukan termasuk dalam katagori tindak pidana kekerasan seksual dan disebut sebagai kejahatan yang tidak menimbulkan korban tindak pidana secara langsung yang berdampak pada martabat kemanusiaan.

“Dalam perspektif Islam, zina adalah sesuatu yang menimbulkan korban tindak pidana langsung, bahkan dikatagorikan sebagai kejahatan. Karena itu, Allah melarang perbuatan itu dan juga perbuatan lain yang berkenaan dengan kekerasan seksual. Lantas, apakah zina tidak menyerang martabat manusia? Kemudian, apakah zina tidak menimbulkan penderitaan langsung” ungkapnya.

Ketua DPP PKS ini meminta perlu ada pencermatan mendalam terkait RUU ini. Menurutnya, substansi yang diatur dalam RUU PKS sebenarnya secara ketat telah diatur dalam ajaran agama. Namun, Bukhori sangat menyesalkan bahwa nilai agama seolah dihindari untuk menjadi landasan berpikir dari RUU ini.

“Dalam Pasal 29 ayat (1) ditegaskan, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, negara kita bukan negara sekuler ataupun liberal. Tetapi, Negara sangat menghormati kedudukan agama, bahkan melandaskan penyelenggaraanya berdasarkan pada nilai-nilai agama. Tetapi, entah kenapa justru saya merasakan nuansa dasar filosofi yang dipakai dalam RUU ini seakan menghindari dari agama” pungkasnya.